Tugas
Terstruktur
DosenPengampuh
SIAT
M.Fahli Zatrahadi
RESPON PEMERINTAH FILIPINA TERHADAP
ISLAM
OLEH :
kelompok 12
1.Siti Rodiah Simbolon
2.Muhammad
Raffiq
KOMUNIKASI 2
Kelas D
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PEKANBARU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, taufiq dan
hidayahNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kedua kalinya
sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW
yang telah mengarahkan kita kepada agama yang diridloi Allah SWT yakni agama
Islam. Namun kami yakin tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi dan do’a,
makalah ini tidak akan terwujud.
Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam
penulisan maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan di masa yang akan datang. Dan semoga makalah ini bisa membawa
manfaat bagi kita khususnya bagi penulis. Amin.
Pekanbaru, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
2.1 Islam di Filipina.................................................................................... 3
2.2 Respon Pemerintah Filipina Terhadap Islam......................................... 3
BAB III PENUTUP.................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 12
3.2 Saran.................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asia Tenggara merupakan kawasan terpenting dalam perkembangan Islam sejak
abad ke-15 hingga ke-17. Sejak saat itu, paling tidak Islam diterima oleh
beberapa negara besar dan umat Islamnya paling sering menjadi perbincangan
dunia, yaitu, Indonesia dengan penduduk muslim terbesar, Malaysia, Brunai
Darussalam, Singapura, Thailand dengan Muslim Pattani-nya hingga Filipina
dengan Moro dan Abu Sayyaf-nya. Beberapa negara lainnya seperti Birma, Laos dan
Kamboja meski ditemui penganut Islam, tetapi tidak terlalu signifikan aksi dan
gerakan keislamannya. Negara-negara yang terakhir disebut pada umumnya
berkembang dengan semangat Budha atau Hindu. Sementara Akbar S. Ahmed
menganggap bahwa ”bahasa, agama dan budaya merupakan tanda-tanda penting untuk
identitas kita”.
Melihat Filipina yang sekarang tentu menimbulkan tanda tanya di benak kita.
Sesama rumpun Asia Tenggara tetapi Filipina bukan negara dengan mayoritas
Islam, namun hanya minoritas saja.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang menyebabkan
Islam di Filipina menjadi kalangan minoritas?
2.
Apa respon pemerintah
terhadap Islam yang ada di Filipina?
3.
Apa upaya yang dilakukan
umat Islam di Filipina dalam memperjuangkan nasibnya?
1.3 Tujuan Penulis
1.
Agar kita mengetahui
penyebab Islam di Filipina menjadi minoritas.
2.
Agar kita mengetahui apa saja yang dilakukan pemerintah terhadap Islam di
Filipina.
3.
Agar kita mengetahui upaya-upaya yang dilakukan umat muslim di Filipina
dalam memperjuangkan nasibnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islam di Filipina
Berbicara tentang Islam di Filipina, yang akan tergambar adalah sejarah
panjang perjuangan anak bangsa beragama Islam untuk mempertahankan diri dan
bangsanya dari penindasan dan penjajahan. Layaknya sebuah perjuangan, Islam di
Filipina mengalami berbagai kendala. Pengaruh dari kebudayaan Spanyol datang
kemudian dan membuat sebagian besar masyarakat filipina beragama Katolik.
Padahal, kata manila sebagai nama ibukota Filipina berasal dari bahasa Arab, fi
amanillah, yang berarti ‘dalam lindungan Allah’.
Ini berarti kedatangan Islam di Filipina jauh lebih awal daripada
kedatangan kolonial Barat, khususnya bangsa Spanyol yang masuk ke kawasan itu
pada 1566 M. Versi lain menyebutkan bahwa Islam datang di
Kepulauan Filipina jauh sebelum kedatangan Villalobos—seorang penjelajah
Spanyol yang memasuki Filipina pada 1542. Islam sudah dikenal di beberapa
daerah di Filipina pada abad ke-8 sampai 10, yakni tatkala Islam mengembangkan
sayapnya ke segenap penjuru dunia. Ketika itu, saudagar-saudagar Arab sudah
menginjakkan kaki ke kawasan Asia Tenggara, termasuk ke Kepulauan Filipina. Ini
dibuktikan dengan adanya laporan seorang pengembara Cina pada zaman Dinasti
Yuan (1280-1368).
2.2 Respon Pemerintah terhadap Islam di Filipina
Masa prakemerdekaan ditandai dengan adanya peralihan kekuasaan dari
penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di utara. Untuk menggabungkan
ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukan hukum-hukum tanah
warisan jajahan AS yang sangat kapitalis seperti Land Registration Act No. 496
(November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk
tertulis dan ditandatangani dibawah sumpah.
Kemudian Philippine Commission Act No.718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para sultan, datuk, atau
kepala suku nonkristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang
atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No, 296 (7 Oktober
1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land
Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang
menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka
untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS serta
Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang
berpendidikan dan para spekulan tanah Amerika yang lebih paham dengan urusan
birokrasi untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah.
Pemberlakuan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935
menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan
menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan
dan survei-survei tanah negara sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang
baru. Pada intinya, ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi
penyitaan tanah-tanah kaum muslimin oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah
Filipina di utara yang menguntungkan para kapitalis.
Bahkan seorang senator Manuel L.Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan
program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk
menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah bangsa Moro di
Mindanao seta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masarakat Filipina
secara umum.
Kepemilikan tanah yang mudah dan
mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran
orang-orang utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang, seperti di
Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke
Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari
utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap
dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini
diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut
sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah
kelahiran mereka sendiri.
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata
tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama
(Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya
(pemerintah Filipina). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand
Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua
presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan
Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro.
Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation
Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih
dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.
Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa
Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih
terorganisir dan maju, seperti MIM, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, dan
Kelompok Abu Sayyaf.Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya
kekuatan Bangsa Moro menjadi fraksi-fraksi yang melemahkan perjuangan mereka
secara keseluruhan.
Kebijakan umum
pemerintah Filipina terhadap kaum Muslim pada dasarnya tidak berubah, hanya
berbeda intensitasnya dari satu presiden ke presiden lainnya. Pemerintah Manila
mempunyai empat titik pandang terhadap kaum Muslim:
- Pemerintah masih memegang pandangan Kolonial yaitu “Moro yang
baik,adalah Moro yang mati.
- Kaum Muslim adalah warga kelas dua di Filipina.
- Kaum Muslim adalah penghambat pembangunan.
- Masalah Moron adalah masalah integrasi yaitu bagaimana
mengintegrasikan mereka dalam arus utama (main stream) tubuh politik
nasional.
Oleh karena itu
strategi umum pemerintah terhadapkaum Muslim, ke dalam proses demokrasi
nasional. Semua pogram pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum Muslim
pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum Muslim
pada budaya nasional (Kristen Katholik).
Pandangan
pemerintah bahwa masalah Moro tidak lain hanyalah masalah integrasi yaitu
bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama di tubuh nasional. Dalam
kerangka itu, maka dalam menyelesaikan masalah Moro, manila mengambil kebijakan
strategis antara lain :
1.
Militerisasi : Kebijakan ini biasanya diterapkan dalam
kasus-kasus criminal yang dilaporkan dilakukan oleh orang islam, dan ini
dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak sipil warga Negara dan batas-batas
konstitusional.
2.
Kebijakan pemerintah untuk memindahkan orang-orang
Kristen dari Luzon,dan Provinsi Visayan ke daerah Muslim,serta mengubah
komposisis dan demografibdi wilayah muslim tersebut.
3.
Kebijakan pemerintah untuk mencap kegiatan kaum muslim
sebagai “Fundamentalis Muslim”.
4.
Kebijakan pemusnahan,seperti pembunuhan membabi buta
dan pembantaian penduduk sipil.
Kebijakan-kebijakan
pemerintah ini telah mengundang sejumlah protes dan perlawanan dari kaum
Muslim. Dari sinilah kemudian muncul dan terbentuk front-front perlawanan
seperti Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968,Ansharel-islam, dan Moro
Liberation Front (MLF) pada 1971.
Kemudian tentang hasil atau
implementasi perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina, MNLF mendapat
dana untuk mengelola daerah otonomi, mereka yang disebut ARMM (The Autonomous Region Of Muslim Mindanao),
tetapi provinsi-provinsi di dalam ARMM tidak mengalami kemajuan atau
perkembangan. Filipina memperoleh kemerdekaan tahun 1946 pemerintah Manila
membuat program pemukiman bagi orang Kristen dari Luzon dan Visayas di wilayah
Moro.
Pertengahan tahun 2006, Kaum
muslim Moro yang diwakili oleh MILF kembali melakukan perundingan damai dengan
pemerintah Filipina. Kali ini, pemerintah Malaysia yang akan bertindak sebagai
mediator dalam pembicaraan damai tersebut. Kesempatan itu menetapkan wilayah
Mindanao akan menjadi bagian dari wilayah muslim dan pemerintahannya akan
dikendalikan oleh warga muslim. Pemerintah Filipina akan memberikan otoritas
penuh bagi warga muslim Mindanao untuk mengelola bank sendiri, mengatur system
pendidikan sendiri, termasuk membentuk pasukan keamanan sendiri. Namun kesempatan
ini kembali mengalami kegagalan, karena ribuan pengunjuk rasa, mayoritas warga
non-Muslim menentang sudah mengajukan dua petisi ke Mahkamah Agung yang isinya
memintah pemerintah Filipina tidak menandatangani kesempatan dengan MILF
tersebut.
Di antara hal penting dalam
kebangkitkan muslim Filipina adalah pemberontakan logis dan pemberlakuan
undang-undang darurat. Pemerintah Filipina memutuskan untuk mengambil tindakan
penyelesaian konflik. Dalam menghadapi upaya pemisahan diri umat Islam,pemerintah
nasional mengambil pendekatan bercabang 2 yakni konsolidasi dan pembangunan
wilayah kebijakan konsolidasi.Diantara yang dibahas tersebut adalah :
- Pemerintah yang regional dan otonom, dua
pemerintah ini di ciptakan sebagai hasil dari Tripoli Agreement yang
ditandatangani oleh perwakilan pemerintah Filipina dengan MNLF pada tahun
1976.
- Kementrian urusan agama islam, kementian urusan
agama islam dengan bidang tugas menerapkan kebijakan yang menjamin
penyatuan Filipina muslim kedalam masyarakat Filipina secara keseluruhan
dengan tetap menghormati keyakinan,adat istiadat,tradisi.
- Badan pengelola Perjalanan Haji di Filipina,
dalam dekrit Presiden No.1302 dan ditandatangani pada tahun 1978, badan
memiliki kekuasaan untuk memprakarsai dan mengelola semua segi program
yang relevan bagi pelaksanaan haji tahunan
- Institut Studi Islam Universitas Filipina,
tanggal 22 desember 1973 sebagai suatu bagian integral,dengan tujuan:
a)
Menciptakan pengertian yang lebih dalam warga muslim,
menyediakan kesempatan mahasiswa berprestasi.
b)
Mencari lebih banyak informasi mengenai sejarah
Filipina secara warisan budaya Islam dan membentuk Negara Filipina dan negeri
lainnya di Asia tenggara.
Setelah Islam terpojok dalam
kancah berpolitikan bangsa Filipina di tengah jajahan bangsa lain, maka
akhirnya perkembangan pemikiran umat Islam Filipina akhirnya Islam perlahan
mampu bangkit dengan dua interprestasi:
- Karena pandangan radikal yang dipegang oleh
anggota MNLF yang meupakan minoritas muslim Filipina. MNLF menyerukan
pentingnya menggerakkan apa yang mereka sebut Negara atau bangsa Moro.
- Karena pandangan yang ingin memprakarsai berbagai
perubahan dalam masyarakat muslim lebih luas.
Adapun factor lain yang
menyubang dalam kebangkitan Islam Filipina adalah karena didirikannya beberapa
universitas swasta dan negeri, pemberontakkan masyarakat Muslim Moro itu
sendiri sehingga mampu membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan muslim, dan
bertumbuhnya perkumpulan dan organisasi Islam dan banyak umat islam menunaikan
Haji dan sepulangnya membangkitkan kesadaran Islam.
Pada waktu itu muslim Moro tidak merasa terganggu karena administrasi
wilayah diatur oleh kalangan mereka sendiri. Tetapi kemudian para pemukim
Kristen dengan dukungan pemerintah Manila mulai mengambil alih posisi strategis
di bidang politik dan ekonomi, segera setelah mereka memenuhi tanah
Moro.Sentimen yang berujung konflik kerap terjadi hingga mencapai puncaknya
pada 1972 ketika Presiden Ferdinand Marcos berkuasa dan berlaku otoriter. Oleh
karena itu, timbullah pemberontakan MILF(Moro Islamic Liberation Front)
pimpinan Salamat Hashim dan MNLF(Moro National Liberation Front) pimpinan
Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan
oleh pemerintah Filipina.
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata
tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama
(Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya
(pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa
Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih
terorganisir dan maju, seperti MIM, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, dan
Kelompok Abu Sayyaf.Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya
kekuatan Bangsa Moro menjadi fraksi-fraksi yang melemahkan perjuangan mereka
secara keseluruhan.Pada awal kemerdekaan pemerintah Filipina disibukkan dengan
pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon.
Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis
Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang, setelah
Jepang menyerah mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina.
Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan
pada masa pemerintahan Eipidio Qurino(1948-1953).
Perkembangan berikutnya MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya
terpecah. Pertama,Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj
Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation
Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan
Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.
Namun dalam perjalanannya,ternyata MNLF pimpinan NurMisuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok
MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan
Abdurrazak Janjalani. Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa
Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam
menghadapi Bangsa Moro.
Mereka berjuang dengan senjata dan diplomasi, dan paada 23 Desember 1976
ditandatangani Tripoli Agreement antara pemerintah Filipina
dan MNLF. Ada empat hal yang disepakati. Pertama adanya
otonomi muslim di wilayah Filipina selatan yang terintegrasi denga republic
Filipina. Kedua wilayah otonomi muslim meliputi daerah-daerah
Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Samboanga del Sur Samboanga del Norte, North
Cotabato, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del Sur, Davao
del Sur, South Cotabato, dan Palawan. Ketiga menyepakati
berbagai halyang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi.
Keempat kesepakatan itu berlaku sejak tanggal ditandatanganinya
perjanjian itu. Ada perbedaan antara MNLF dan MILF. MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari mau
menerima otonomi wilayah Moro di bawah kekuasaan pemerintah Manila,sedangkan MILF menginginkan
terwujudnya Negara Islam Moro yang merdeka yang merdeka. Dengan perbedaan
target pencapaian itu, maka perjuangan mereka pun berbeda..
Walaupun dinilai negatif oleh Salamat Hashim, MNLF tetap menggunakan metode
berunding untuk menyelesaikan masalah Moro. Berbagai perundingan antara MNLF
dan pemerintah Filipina akhirnya membuahkan hasil Final Peace
Agreement yang ditandatangani pada 2 September 1996. Dalam konsideran
disebutkan bahwa dalam kesepakatan itu merupakan lanjutan dari Tripoli
Agreement 1979 dan beberapa pembicaraan lain yang berkaitan dengan
itu.
Ketika diadakan pertemuan Komite Menteri Enam Negara Anggota OKI di Kuala
Lumpur pada bulan Juni tahun 2000, pemerintah Filipina meminta segera komite
itu untuk menghapus suatu draf resolusi OKI yang mengingatkan Filipina agar
menghentikan serangan militer rakyat Moro. Di sisi lain MNLF meminta OKI untuk
menuntut pemerintah Filipina agar memenuhi yang sudah tertuang dalam
kesepakatan perdamaian yang ditandatangani tahun 1996. MNLF menuntut
dibentuknya berbagai badan eksekutif sesuai dengan kesepakatan 1996 pada atau
sebelum tanggal 30 November 2000.
ARMM di bawah Misuari tidak bisa berbuat banyak karena militer Filipina
masih terus menyerang masyarakat Moro. Misuari kemudian meminta OKI untuk ensure
that the integrity of the peace agreement be protected.Menghadapi MILF
pemerintah Manila mengajukan lima point Interem Agreements yang antara lain berisi gencatan senjata
pembicaraan perdamaian dan kesepakatan damai pada tanggal 15 Desember 2000.
Manila mengharap Interim Agreements itu bisa disepakati pada
30 Juni 2000.
Menanggapi permintaan itu, MILF ingin mempelajari terlebih dahulu dan tidak
akan menghiraukan deadline tanggal 30 Juni. Perkembangan terakhir, MLF kelompok terbesar menggulirkan perjuangan memisahkan diri dari Filipina,
menyatakan mereka siap berjabat tangan dengan pemerintah Filipina. Kedua pihak
telah menyelesaikan sekitar 80 persen dari persoalan yang perlu dibahas.
Kecuali soal pemerintahan, dia melanjutkan, masalah konsep, wilayah, dan sumber
daya alam telah selesai dibahas. Murad Ibrahim, juru bicara MILF menekankan,
pihaknya tidak akan menerima tawaran otonomi dari pemerintah Filipina seperti
yang dilakukan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pimpinan NurMisuari.
Komitmen damai itu tercetus setelah kelompok itu mengadakan pertemuan
internal. Puluhan ribu pendukung MILF berkumpul dalam pertemuan yang
berlangsung selama tiga hari, 29-31 Mei di kamp Darapanan, Mindanao, Filipina
Selatan. Selain Murad Ibrahim, tampak pula Wakil Ketua Urusan Politik Ghazali
Jaafar, Wakil Ketua Urusan Militer Abdulaziz Mimbantas, Muhaghir Iqbal (ketua
tim perunding MILF), Dr Abdurahman Amin (utusan Misuari), Silvestre Afable Jr
(ketua tim perunding pemerintah), Deles (penasihat Arroyo urusan proses
perdamaian), Duta Besar Libya Salim Adam, dan Mayor Jenderal Dato Zulkifli bin
Muhammad Zain dari Malaysia.
Kini,mulai banyak orang-orang Moro yang berkarier di bidang pemerintahan Filipina walaupun masih
terbatas pada posisi puncak di departemen. Minoritas Muslim masih menjadi warga
kelas dua dengan proses Islam di Filipina masih tetap seperti tamu di negaranya
sendiri. Padahal Islam yang lebih dulu hadir di negara itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami uraikan tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
- Seperti
pada pembahasan makalah yang sebelumnya bahwa bangsa Spanyol telah
menjajah Filipina. Jadi, Islam di Filipina menjadi tersisihkan sejak masa
penjajahan Spanyol hingga pemimpin Filipina yang nonmuslim sekarang.
- Berbagai
kebijakan dilakukan untuk menyingkirkan atau meminimalisir umat Islam di
Filipina, seperti dengan penerapan hukum tanah yang dilakukan oleh kaum
Kapitalis.
- Jika
Islam menjadi mayoritas maka yang lain aman sejahtera, tetapi jika Islam menjadi
minoritas, maka umat Islam akan sengsara.
3.2 Saran
1.
Hendaknya kita
mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Filipina sehingga kita bersyukur
dilahirkan di negara yang mayoritas Islam.
2.
Hendaknya kita
juga menjaga Islam tetap menjadi mayoritas dan mencegah upaya-upaya dari luar
yang berusaha untuk menghancurkan Islam.
3.
Sesama umat Islam
hendaknya kita bersatu, jangan terpecah belah apalagi karena masalah
khilafiyah. Mazhab yang ada adalah jalan untuk menuju Allah. Jalan boleh beda,
tetapi tujuannya hanya satu, jadi sebaiknya kita bersatu.
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati.2008.Dinamika Islam Asia Tenggara.Pekanbaru:Suska Press.
Suhaimi, dkk. 2009. Sejarah
Islam Asia Tenggara (SIAT). Pekanbaru: CV. Witra Irzani.
http://www.anneahira.com/islam-di-filipina.htm, diakses 23
Maret 2014
http://adhastar.wordpress.com/2011/06/22/dinamika-islam-di-filipina/, diakses 23 Maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar