Minggu, 29 Maret 2015

RESPON PEMERINTAH FILIPINA TERHADAP ISLAM

Tugas Terstruktur                                                                     DosenPengampuh
SIAT                                                                                        M.Fahli Zatrahadi

RESPON PEMERINTAH FILIPINA TERHADAP ISLAM




OLEH : kelompok 12
1.Siti Rodiah Simbolon
                                         2.Muhammad Raffiq
                                             
                                                           KOMUNIKASI  2 Kelas D
                                      JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
                       FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
                                                      PEKANBARU
                                                                          2015



KATA PENGANTAR
                                                                            
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kedua kalinya sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita kepada agama yang diridloi Allah SWT yakni agama Islam. Namun kami yakin tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi dan do’a, makalah ini tidak akan terwujud.
Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan di masa yang akan datang. Dan semoga makalah ini bisa membawa manfaat bagi kita khususnya bagi penulis. Amin.





Pekanbaru, Maret 2015


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
2.1 Islam di Filipina.................................................................................... 3
2.2 Respon Pemerintah Filipina Terhadap Islam......................................... 3
BAB III PENUTUP.................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 12
3.2 Saran.................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 13 



BAB I
       PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Asia Tenggara merupakan kawasan terpenting dalam perkembangan Islam sejak abad ke-15 hingga ke-17. Sejak saat itu, paling tidak Islam diterima oleh beberapa negara besar dan umat Islamnya paling sering menjadi perbincangan dunia, yaitu, Indonesia dengan penduduk muslim terbesar, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Thailand dengan Muslim Pattani-nya hingga Filipina dengan Moro dan Abu Sayyaf-nya. Beberapa negara lainnya seperti Birma, Laos dan Kamboja meski ditemui penganut Islam, tetapi tidak terlalu signifikan aksi dan gerakan keislamannya. Negara-negara yang terakhir disebut pada umumnya berkembang dengan semangat Budha atau Hindu. Sementara Akbar S. Ahmed menganggap bahwa ”bahasa, agama dan budaya merupakan tanda-tanda penting untuk identitas kita”.
Melihat Filipina yang sekarang tentu menimbulkan tanda tanya di benak kita. Sesama rumpun Asia Tenggara tetapi Filipina bukan negara dengan mayoritas Islam, namun hanya minoritas saja.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang menyebabkan Islam di Filipina menjadi kalangan minoritas?
2.      Apa respon pemerintah terhadap Islam yang ada di Filipina?
3.      Apa upaya yang dilakukan umat Islam di Filipina dalam memperjuangkan nasibnya?

  
1.3 Tujuan Penulis
1.      Agar kita mengetahui penyebab Islam di Filipina menjadi minoritas.
2.       Agar kita mengetahui apa saja yang dilakukan pemerintah terhadap Islam di Filipina.
3.        Agar kita mengetahui upaya-upaya yang dilakukan umat muslim di Filipina dalam memperjuangkan nasibnya.


BAB II
PEMBAHASAN

  2.1 Islam di Filipina
Berbicara tentang Islam di Filipina, yang akan tergambar adalah sejarah panjang perjuangan anak bangsa beragama Islam untuk mempertahankan diri dan bangsanya dari penindasan dan penjajahan. Layaknya sebuah perjuangan, Islam di Filipina mengalami berbagai kendala. Pengaruh dari kebudayaan Spanyol datang kemudian dan membuat sebagian besar masyarakat filipina beragama Katolik. Padahal, kata manila sebagai nama ibukota Filipina berasal dari bahasa Arab, fi amanillah, yang berarti ‘dalam lindungan Allah’.
Ini berarti kedatangan Islam di Filipina jauh lebih awal daripada kedatangan kolonial Barat, khususnya bangsa Spanyol yang masuk ke kawasan itu pada 1566 M. Versi lain menyebutkan bahwa Islam datang di Kepulauan Filipina jauh sebelum kedatangan Villalobos—seorang penjelajah Spanyol yang memasuki Filipina pada 1542. Islam sudah dikenal di beberapa daerah di Filipina pada abad ke-8 sampai 10, yakni tatkala Islam mengembangkan sayapnya ke segenap penjuru dunia. Ketika itu, saudagar-saudagar Arab sudah menginjakkan kaki ke kawasan Asia Tenggara, termasuk ke Kepulauan Filipina. Ini dibuktikan dengan adanya laporan seorang pengembara Cina pada zaman Dinasti Yuan (1280-1368).

2.2 Respon Pemerintah terhadap Islam di Filipina
Masa prakemerdekaan ditandai dengan adanya peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukan hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis dan ditandatangani dibawah sumpah.
Kemudian Philippine Commission Act No.718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para sultan, datuk, atau kepala suku nonkristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No, 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan dan para spekulan tanah Amerika yang lebih paham dengan urusan birokrasi untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah.
Pemberlakuan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru. Pada intinya, ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum muslimin oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di utara yang menguntungkan para kapitalis.
Bahkan seorang senator Manuel L.Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah bangsa Moro di Mindanao seta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masarakat Filipina secara umum.
 Kepemilikan tanah yang mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri.

Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.
Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM,  MNLF, MILF, MNLF-Reformis, dan Kelompok Abu Sayyaf.Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi fraksi-fraksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Kebijakan umum pemerintah Filipina terhadap kaum Muslim pada dasarnya tidak berubah, hanya berbeda intensitasnya dari satu presiden ke presiden lainnya. Pemerintah Manila mempunyai empat titik pandang terhadap kaum Muslim:
  1. Pemerintah masih memegang pandangan Kolonial yaitu “Moro yang baik,adalah Moro yang mati.
  2. Kaum Muslim adalah warga kelas dua di Filipina.
  3. Kaum Muslim adalah penghambat pembangunan.
  4. Masalah Moron adalah masalah integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama (main stream) tubuh politik nasional.
Oleh karena itu strategi umum pemerintah terhadapkaum Muslim, ke dalam proses demokrasi nasional. Semua pogram pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum Muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum Muslim pada budaya nasional (Kristen Katholik).
Pandangan pemerintah bahwa masalah Moro tidak lain hanyalah masalah integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama di tubuh nasional. Dalam kerangka itu, maka dalam menyelesaikan masalah Moro, manila mengambil kebijakan strategis antara lain :
1.      Militerisasi : Kebijakan ini biasanya diterapkan dalam kasus-kasus criminal yang dilaporkan dilakukan oleh orang islam, dan ini dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak sipil warga Negara dan batas-batas konstitusional.
2.      Kebijakan pemerintah untuk memindahkan orang-orang Kristen dari Luzon,dan Provinsi Visayan ke daerah Muslim,serta mengubah komposisis dan demografibdi wilayah muslim tersebut.
3.      Kebijakan pemerintah untuk mencap kegiatan kaum muslim sebagai “Fundamentalis Muslim”.
4.      Kebijakan pemusnahan,seperti pembunuhan membabi buta dan pembantaian penduduk sipil.
Kebijakan-kebijakan pemerintah ini telah mengundang sejumlah protes dan perlawanan dari kaum Muslim. Dari sinilah kemudian muncul dan terbentuk front-front perlawanan seperti Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968,Ansharel-islam, dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971.
Kemudian tentang hasil atau implementasi perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina, MNLF mendapat dana untuk mengelola daerah otonomi, mereka yang disebut ARMM (The Autonomous Region Of Muslim Mindanao), tetapi provinsi-provinsi di dalam ARMM tidak mengalami kemajuan atau perkembangan. Filipina memperoleh kemerdekaan tahun 1946 pemerintah Manila membuat program pemukiman bagi orang Kristen dari Luzon dan Visayas di wilayah Moro.
Pertengahan tahun 2006, Kaum muslim Moro yang diwakili oleh MILF kembali melakukan perundingan damai dengan pemerintah Filipina. Kali ini, pemerintah Malaysia yang akan bertindak sebagai mediator dalam pembicaraan damai tersebut. Kesempatan itu menetapkan wilayah Mindanao akan menjadi bagian dari wilayah muslim dan pemerintahannya akan dikendalikan oleh warga muslim. Pemerintah Filipina akan memberikan otoritas penuh bagi warga muslim Mindanao untuk mengelola bank sendiri, mengatur system pendidikan sendiri, termasuk membentuk pasukan keamanan sendiri. Namun kesempatan ini kembali mengalami kegagalan, karena ribuan pengunjuk rasa, mayoritas warga non-Muslim menentang sudah mengajukan dua petisi ke Mahkamah Agung yang isinya memintah pemerintah Filipina tidak menandatangani kesempatan dengan MILF tersebut.
Di antara hal penting dalam kebangkitkan muslim Filipina adalah pemberontakan logis dan pemberlakuan undang-undang darurat. Pemerintah Filipina memutuskan untuk mengambil tindakan penyelesaian konflik. Dalam menghadapi upaya pemisahan diri umat Islam,pemerintah nasional mengambil pendekatan bercabang 2 yakni konsolidasi dan pembangunan wilayah kebijakan konsolidasi.Diantara yang dibahas tersebut adalah :
  1. Pemerintah yang regional dan otonom, dua pemerintah ini di ciptakan sebagai hasil dari Tripoli Agreement yang ditandatangani oleh perwakilan pemerintah Filipina dengan MNLF pada tahun 1976.
  2. Kementrian urusan agama islam, kementian urusan agama islam dengan bidang tugas menerapkan kebijakan yang menjamin penyatuan Filipina muslim kedalam masyarakat Filipina secara keseluruhan dengan tetap menghormati keyakinan,adat istiadat,tradisi.
  3. Badan pengelola Perjalanan Haji di Filipina, dalam dekrit Presiden No.1302 dan ditandatangani pada tahun 1978, badan memiliki kekuasaan untuk memprakarsai dan mengelola semua segi program yang relevan bagi pelaksanaan haji tahunan
  4. Institut Studi Islam Universitas Filipina, tanggal 22 desember 1973 sebagai suatu bagian integral,dengan tujuan:
a)      Menciptakan pengertian yang lebih dalam warga muslim, menyediakan kesempatan mahasiswa berprestasi.
b)      Mencari lebih banyak informasi mengenai sejarah Filipina secara warisan budaya Islam dan membentuk Negara Filipina dan negeri lainnya di Asia tenggara.
Setelah Islam terpojok dalam kancah berpolitikan bangsa Filipina di tengah jajahan bangsa lain, maka akhirnya perkembangan pemikiran umat Islam Filipina akhirnya Islam perlahan mampu bangkit dengan dua interprestasi:
  1. Karena pandangan radikal yang dipegang oleh anggota MNLF yang meupakan minoritas muslim Filipina. MNLF menyerukan pentingnya menggerakkan apa yang mereka sebut Negara atau bangsa Moro.
  2. Karena pandangan yang ingin memprakarsai berbagai perubahan dalam masyarakat muslim lebih luas.
Adapun factor lain yang menyubang dalam kebangkitan Islam Filipina adalah karena didirikannya beberapa universitas swasta dan negeri, pemberontakkan masyarakat Muslim Moro itu sendiri sehingga mampu membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan muslim, dan bertumbuhnya perkumpulan dan organisasi Islam dan banyak umat islam menunaikan Haji dan sepulangnya membangkitkan kesadaran Islam.
Pada waktu itu muslim Moro tidak merasa terganggu karena administrasi wilayah diatur oleh kalangan mereka sendiri. Tetapi kemudian para pemukim Kristen dengan dukungan pemerintah Manila mulai mengambil alih posisi strategis di bidang politik dan ekonomi, segera setelah mereka memenuhi tanah Moro.Sentimen yang berujung konflik kerap terjadi hingga mencapai puncaknya pada 1972 ketika Presiden Ferdinand Marcos berkuasa dan berlaku otoriter. Oleh karena itu, timbullah pemberontakan MILF(Moro Islamic Liberation Front) pimpinan Salamat Hashim dan MNLF(Moro National Liberation Front) pimpinan Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh pemerintah Filipina.
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM,  MNLF, MILF, MNLF-Reformis, dan Kelompok Abu Sayyaf.Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi fraksi-fraksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.Pada awal kemerdekaan pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang, setelah Jepang menyerah mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino(1948-1953).
Perkembangan berikutnya MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama,Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.
Namun dalam perjalanannya,ternyata MNLF pimpinan NurMisuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani. Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro.
Mereka berjuang dengan senjata dan diplomasi, dan paada 23 Desember 1976 ditandatangani Tripoli Agreement antara pemerintah Filipina dan MNLF. Ada empat hal yang disepakati. Pertama adanya otonomi muslim di wilayah Filipina selatan yang terintegrasi denga republic Filipina. Kedua wilayah otonomi muslim meliputi daerah-daerah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Samboanga del Sur Samboanga del Norte, North Cotabato, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del Sur, Davao del Sur, South Cotabato, dan Palawan. Ketiga menyepakati berbagai halyang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi. 
Keempat kesepakatan itu berlaku sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian itu. Ada perbedaan antara MNLF dan MILF. MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari mau menerima otonomi wilayah Moro di bawah kekuasaan pemerintah Manila,sedangkan MILF menginginkan terwujudnya Negara Islam Moro yang merdeka yang merdeka. Dengan perbedaan target pencapaian itu, maka perjuangan mereka pun berbeda..
Walaupun dinilai negatif oleh Salamat Hashim, MNLF tetap menggunakan metode berunding untuk menyelesaikan masalah Moro. Berbagai perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina akhirnya membuahkan hasil Final Peace Agreement yang ditandatangani pada 2 September 1996. Dalam konsideran disebutkan bahwa dalam kesepakatan itu merupakan lanjutan dari Tripoli Agreement 1979 dan beberapa pembicaraan lain yang berkaitan dengan itu.
Ketika diadakan pertemuan Komite Menteri Enam Negara Anggota OKI di Kuala Lumpur pada bulan Juni tahun 2000, pemerintah Filipina meminta segera komite itu untuk menghapus suatu draf resolusi OKI yang mengingatkan Filipina agar menghentikan serangan militer rakyat Moro. Di sisi lain MNLF meminta OKI untuk menuntut pemerintah Filipina agar memenuhi yang sudah tertuang dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani tahun 1996. MNLF menuntut dibentuknya berbagai badan eksekutif sesuai dengan kesepakatan 1996 pada atau sebelum tanggal 30 November 2000.
ARMM di bawah Misuari tidak bisa berbuat banyak karena militer Filipina masih terus menyerang masyarakat Moro. Misuari kemudian meminta OKI untuk ensure that the integrity of the peace agreement be protected.Menghadapi MILF pemerintah Manila mengajukan lima point Interem Agreements yang antara lain berisi gencatan senjata pembicaraan perdamaian dan kesepakatan damai pada tanggal 15 Desember 2000. Manila mengharap Interim Agreements itu bisa disepakati pada 30 Juni 2000.
Menanggapi permintaan itu, MILF ingin mempelajari terlebih dahulu dan tidak akan menghiraukan deadline tanggal 30 Juni. Perkembangan terakhir, MLF kelompok terbesar menggulirkan perjuangan memisahkan diri dari Filipina, menyatakan mereka siap berjabat tangan dengan pemerintah Filipina. Kedua pihak telah menyelesaikan sekitar 80 persen dari persoalan yang perlu dibahas. Kecuali soal pemerintahan, dia melanjutkan, masalah konsep, wilayah, dan sumber daya alam telah selesai dibahas. Murad Ibrahim, juru bicara MILF menekankan, pihaknya tidak akan menerima tawaran otonomi dari pemerintah Filipina seperti yang dilakukan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pimpinan NurMisuari.
Komitmen damai itu tercetus setelah kelompok itu mengadakan pertemuan internal. Puluhan ribu pendukung MILF berkumpul dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari, 29-31 Mei di kamp Darapanan, Mindanao, Filipina Selatan. Selain Murad Ibrahim, tampak pula Wakil Ketua Urusan Politik Ghazali Jaafar, Wakil Ketua Urusan Militer Abdulaziz Mimbantas, Muhaghir Iqbal (ketua tim perunding MILF), Dr Abdurahman Amin (utusan Misuari), Silvestre Afable Jr (ketua tim perunding pemerintah), Deles (penasihat Arroyo urusan proses perdamaian), Duta Besar Libya Salim Adam, dan Mayor Jenderal Dato Zulkifli bin Muhammad Zain dari Malaysia.
Kini,mulai banyak orang-orang Moro yang berkarier di bidang pemerintahan Filipina walaupun masih terbatas pada posisi puncak di departemen. Minoritas Muslim masih menjadi warga kelas dua dengan proses Islam di Filipina masih tetap seperti tamu di negaranya sendiri. Padahal Islam yang lebih dulu hadir di negara itu.



BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami uraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
  1. Seperti pada pembahasan makalah yang sebelumnya bahwa bangsa Spanyol telah menjajah Filipina. Jadi, Islam di Filipina menjadi tersisihkan sejak masa penjajahan Spanyol hingga pemimpin Filipina yang nonmuslim sekarang.
  2.  Berbagai kebijakan dilakukan untuk menyingkirkan atau meminimalisir umat Islam di Filipina, seperti dengan penerapan hukum tanah yang dilakukan oleh kaum Kapitalis.
  3. Jika Islam menjadi mayoritas maka yang lain aman sejahtera, tetapi jika Islam menjadi minoritas, maka umat Islam akan sengsara.
3.2 Saran
1.      Hendaknya kita mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Filipina sehingga kita bersyukur dilahirkan di negara yang mayoritas Islam.
2.       Hendaknya kita juga menjaga Islam tetap menjadi mayoritas dan mencegah upaya-upaya dari luar yang berusaha untuk menghancurkan Islam.
3.      Sesama umat Islam hendaknya kita bersatu, jangan terpecah belah apalagi karena masalah khilafiyah. Mazhab yang ada adalah jalan untuk menuju Allah. Jalan boleh beda, tetapi tujuannya hanya satu, jadi sebaiknya kita bersatu.




DAFTAR PUSTAKA

Helmiati.2008.Dinamika Islam Asia Tenggara.Pekanbaru:Suska Press.
Suhaimi, dkk. 2009. Sejarah Islam Asia Tenggara (SIAT). Pekanbaru: CV. Witra Irzani.
http://www.anneahira.com/islam-di-filipina.htm, diakses 23 Maret 2014
http://adhastar.wordpress.com/2011/06/22/dinamika-islam-di-filipina/, diakses 23 Maret 2014


0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com