Senin, 30 Maret 2015

RESPON PEMERINTAHAN MALAYSIA TERHADAP AGAMA ISLAM


Tugas Kelompok                                                                     Dosen Pembimbing
     SIAT                                                                                  M. Fahli Zatra Hadi

RESPON PEMERINTAHAN MALAYSIA TERHADAP  AGAMA ISLAM
Disusun Oleh :

Riza Ardilah

Putri Sari Dewi

Akhiruddin








FAKULTAS DAKWAH & ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


RESPON PEMERINTAHAN MALAYSIA TERHADAP  AGAMA ISLAM


A.    Perkembangan Islam Di Malaysia
Hubungan Nusantara dengan Asia Barat sejak zaman Islam dikatakan berlaku sejak abad ke-17 Masehi lagi. Berpedoman kepada beberapa fakta sejarah yang terdapat saat ini sama ada dalam bentuk laporan, catatan, situasi kebudayaan masyarakat dan inskripsi-inskripsi, ahli-ahli sejarah berpendapat terutama sejarahan daerah berpendapat kedatangan Islam ke Nusantara berlaku pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Sedangkan Sejarawan Barat berpendapat kedatangannya berlaku di sekitar abad ke-13 Masehi. Ditanah Melayu kebanyakan para sejarawan daerah mengandaikan kedatangannya disekitar abad ke-9 dan pada abad ke-12 Masehi. Kebanyakan sejarawan Barat berpendapat berlaku di sekitar abad ke-15 Masehi yang bermula dari Malaka. Namun demikian berdasarkan kepada kajian yang lebih menyeluruh di samping terdapat beberapa penemuan baru diyakini kedatangan Islam ke alam Melayu berlaku sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi lagi.
Walaupun bagaimana pun penyebaran secara lebih pesat dan menyeluruh didapati berlaku dalam abad ke-15 dan ke -16 Masehi. Terdapat beberapa faktor yang mendorong penyebaran Islam secara lebih positif di saat dimana antara  faktor-faktor tersebut ada perkaitan atau pengaruh mempengaruhi antara satu sama lain.
Antara faktor- faktor tersebut ialah :
1.      Faktor perlombaan penyebaran agama
Kepulauan Nusantara berangsur-angsur menerima perubahan akibat pengaruh yang dibawa oleh Islam di samping perkembangan pesat perdangangan dengan luar negeri. Kemasyuran itu menarik minat bangsa barat terutama orang-orang Portugis melakukan imigrasi ke daerah ini. Dengan penghijrahan itu mendorong bagi mempercepat serta mempergiatkan lagi penyebaran agama Islam didaerah ini. Pada tahun 1498 Masehi vasco da Gama berjaya mendapatkan India, dengan itu mereka menyerang kapal-kapal Islam dari Mesir.
2.      Faktor perkawinan
Bagi mengembangkan lagi dakwah Islamiah, perkawinan juga dapat memainkan peranan secara lebih mantap dan berkesan. Perkawinan yang biasa berlaku disini dalam periode permulaan Islam ialah perkawinan antar saudagar-saudagar Islam dengan gadis-gadis pribumi, terutama putri-putri dikalangan istana dan pembesar-pembesar negeri. Begitu juga perkawinan antara seorang Raja dengan putri-putri Raja di negeri jiran atau di negeri yang ditaklukinya. Kedua struktur perkawinan itu merupakan faktor pembantu dalam menyebarkan Islam didaerah ini.
Seorang saudagar Islam misalnya bila perkawinan dengan gadis-gadis pribumi sama ada dengan keturunan bangsawan atau rakyat jelata, besar kemungkinan kaum keluarga dan kerabat sebelah pihak istrinya mulai dan menaruh minat untuk mengetahui seluk-beluk agama Islam. Lebih-lebih lagi saudagar-saudagar tersebut memiliki harta kekayaan.
3.      Faktor perdagangan
Kegiatan perdagangan antara Arab, Farsi dan India dengan Nusantara dikatakan telah berlaku sejak beberapa abad sebelum masehi lagi hingga ke zaman kedatangan Islam pada abad ke-17 dan ke-8 Masehi. Sejak zaman awal Islam lagi pedagang-pedagang Arab-Islam disamping menjalankan aktivitas perdangangan di Nusantara mereka telah memperkenalkan agama suci itu dimana-mana saja pelabuhan yang mereka singgahi. Dari sifat mulia dan kepribadian yang tinggi serta amalan-amalan agama Islam yang dianut oleh mereka. Situasi tersebut menyebabkan mereka senantiasa disanjung tinggi dan dipercayai oleh segenap lapisan masyarakat.
Pada abad ke-14 hingga abad ke-17 Masehi, kegiatan perdagangan di Nusantara begitu maju dan menggalakkan. Dalam abad ke-14 Masehi kegiatan persaganga dimainkan oleh kerajaan pasai, pada abad ke-15 Masehi dimainkan dimalaka, sedangkan aktivitas perdagangan  di abad ke-16 dan ke-17 Masehi pula diambil alih oleh kerajaan Aceh dan Kerajaan Islam Demak di Jawa.
4.      Faktor penguasaan syahbandar
Syahbandar merupakan orang yang bertanggung jawab penuh untuk menjalankan urusan sebuah pelabuhan, maju dan mundur, aman dan gawat sebuah pelabuhan itu adalah bertangantung kepada kebijakan seorang syahbandar. Selain dari peranan utamanya untuk memajukan pelabuhan ia juga boleh memainkan peranan sampingan bagi mengembangkan agama Islam. Pada setiap pelabuhan dilantik beberapa orang syahbandar, khususnya dalam kerja-kerja memungut cukai impor dan ekspor. Sejak abad ke-13 Masehi lagi perdagangan Nusantara kebanyakannya dimonopoli oleh pedagang-pedagang Islam yang terdiri dari bangsa Arab, Farsi dan India.
Dengan itu dapatlah ditegaskan bahwa syahbandar bukan saja merupakan golongan yang terpenting kepada pedagang bahkan juga kepada Raja-Raja. Dalam situasi tersebut kedudukan mereka begitu penting dan berpengaruh sekaligus seolah-olah berperan sebagai penasehat kepada Raja-Raja. Mereka boleh mempengaruhi Raja untuk melipatgandakan kemajuan perdagangan dengan memberi keutamaan dan kemudahan kepada pedagang-pedagang Islam.

5.      Faktor politik dan penaklukan
Penaklukan juga merupakan antara faktor yang tidak kurang pentingnya dalam penyebaran Islam di Nusantara. Penaklukan yang dilakukan oleh sebuah negeri Islam ke atas negeri-negeri lain bukan saja menjadikan Raja dan pembesar-pembesarnya negeri yang ditakluk terdorong menganut Islam sebelumnya, penaklukan tersebut memberi peluang bagi meningkatkan lagi penyebaran agama suci itu. Sebagai contoh kerajaan Pasai ada abad ke-15 Masehi seperti yang dilaporkan oleh Ibnu Batutah telah menaklukan negeri-negeri sekitarnya dan berjaya menyebarkan Islam ke kawasan-kawasan tersebut .
Begitu juga dengan kerajaan Aceh yang merupakan sebuah ajaran Islam yang tergantung di Asia Tenggara pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi. Dijawa, kerajaan Islam Demak (1375-1550 Masehi ) yang diasaskan oleh Raden Patah dan kemudiannya disambung oleh pemerintah lain dimana kerjaan Demak bukan saja mengalahkan kerajaan hindu Majapahit bahkan kawasan sekitarnya terutama di zaman pahlawan Islam Demak yaitu Syarif Hidayatullah.

6.      Faktor keperibadian golongan dakwah dan ahli-ahli sufi
Pendakwah-dakwah merupakan golongan ulama yang beribawa dalam penyebaran islam, mereka bukan saja memiliki berbagai ilmu islam secara mendalam bahkan amat bertakwa kepada allah di samping mempunyai kepribadian muslim yang sempurna. Justru itu mereka sangat di hormati dan disanjung tinggi oleh masyarakat, bukan saja oleh orang islam bahkan yang bukan islam kepribadian dan tinda tanduk mereka senantiasa di contohi, kata-kata mereka merupakan kata hikmah yang senantiasa di patuhi.berawal dari kepribadian yang tinggi seperti ikhlas, jujur, bertanggung jawab, tidak mencari apa-apa mementingkan diri dakwah yang dilakukan penyebabnya masyarakat nusantara begitu terpengaruh dengan mereka. Golongan yang mula berjinak dengan islam lebih bertambah kuat pegangan mereka, sedang kan golongan mereka yang bukan islam mula mencari dan menyelidiki kebenaran islam yang di tunjukan oleh mereka.
Di antara pendakwah yang kepadatan di nusantara ialah golongan sufi atau ahli-ahli tasawwuf. Mereka terdiri dari pada orang-orang yang sangat bertakwa kepada allah  swt dan berakhlak mulia. Pribadi dan ketokohan juga pengorbada suka rela mereka untuk menyebarkan islam di darah tersebut menjadikan golongan raja-raja, pembesar-pembesar negri serta rakyat jelata amat terpengaruh dengan islam. Dikata kan mereka begitu terpengaruh di zaman kekuasaan malaka, aceh dan kerajaan denmak. Mereka diberi kedudukan istimewa dalam masyarakat  dan setengah-setengah pula di beri keutamaan dalam bidang politik dan kerajaan.
Diantara mereka yang diberi kedudukan penting di Malaka ialah seperti sheikh Ismail, syd Abdul Azis, Maulana Abu Bakar, Maulana Ishak, Maulana Yusuf dan Sidi Arab. Di aceh antaranya seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumaterani, Nuruddin Al-Raniri, Abdul Rauf Singkil dan lain-lain.

7.      Faktor penulis dan kesusasteraan
Penulisan dan kesusastraan juga menjadi faktor penting dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Seperti yang diketahui bahwa serentak dengan kedatangan Islam, lahirlah ilmu pengetahuan karena agama dan ilmu itu merupakan yang sering bergantungan antara satu sama lain. Al-Qur’an merupakan kitab suci agama Islam dan induk kepada semua ilmu pengetahuan, justru itu Al-Qur’an itu wajib dibaca serta perlu mengetahui segala asas ilmu yang terkandung didalamnya. Sehubungan dengan itu pengkajian Al-Qur’an merupakan mata pelajaran terpenting dalam kurikulum pendidikan Islam disamping ilmu-ilmu asas yang lain, bagi memudahkan pembaca Al-Qur’an dan sesuai dengan fonim atau makraja ( bunyi huruf ) selaras dengan kalimat-kalimat Arab,ulama-ulama dan mubaligh Islam telah memperkenalkan huruf jawi, berdasarkan abjad Arab campuran Farsi dan Barbar .

8.      Faktor kequdusan Islam
Islam adalah agama samawi, agama yang berasaskan wahyu Allah, suatu syariat yang quddus amat bersesuaian dengan fitrah atau tabiin manusia. Ia begitu lengkap dengan peraturan dan disiplin dalam semua aspek kehidupan manusia, yang sekali-kali tidak terdapat kontroversi dengan akal pikiran. Di samping itu Islam juga memberikan jaminan dan keadilan sosial kepada semua penganutnya tanpa membedakan antara golongan atasan atau bawahan antara kaya dan miskin dan sebagainya. 
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan, walaupun terhadap tiga pendapat atau teori mengenai kedatangan Islam ke daerah ini, tetapi kalau diteliti dari berbagai aspek sudah jelas bahwa pendapat yang mengatakan datangnya Islam itu dari tanah Arab adalah lebih tepat .
Karena kemunculan Islam itu sendiri adalah dari tanah Arab dimana dari aspek saikologi dan sosiologi serta tanggung jawab beragama, kemungkinan besar pendakwah-pendakwah Arab lebih mendahului para pendakwah yang lain. Berhubungan pandangan Asia Barat dengan Nusantara, kedatangan Islam ke Daerah ini begitu juga pernyataan dari beberapa inskripsi yang wujud dapat membantu keberhasilannya. Namun begitu perkembangan dan kemajuan Islam di daerah ini tidak dapat dilakukan melainkan ia bergabung kepada beberapa faktor yang mendorongnya.

B.     Pusat Penyebaran Islam Di Nusantara
Seperti yang diketahui bahwa para sejarawan masing –masing masih berpegang dengan teori – teori yang dikemukakan mengenai kedatangan Islam di Nusantara dengan beberapa faktor tertentu, yang mendorong serta membantu menyebarkan Islam di daerah dengan mengambil waktu tidak begitu lama. Sehubungan dengan itu perlu melihat peranan – peranan yang dimainkan oleh beberapa penyebaran Islam bagi mengembangkan agama Islam suci ini. Antara pusat – pusat tersebut ialah :
1.      Kerajaan Pasai (1297 – 1409 M)
Menurut fakta sejarah, sebelum kedatangan Islam lagi penduduk Nusantara telah berpegang teguh kepada tiga jenis kepercayaan agama Hindu, Budha dan kepercayaan Animisme(kepercayaan kepada sesuatu benda). Dari ketiga kepercayaan itu berhasil memainkan peranan bagi menyatu padukan semua penganutnya. Walaupun  kepercayaan agama Hindu dan Budha dicampur adukkan antara satu dengan yang lain dalam aktifitas amalan di samping pengaruh dengan paham animisme tetapi ia senantiasa kontroversi dalam jiwa dan perasaan.
Kedatangan islam ke Sumatera Utara seperti yang didakwa oleh para sejarawan pribumi adalah berlaku sejak abad ke-7 atau ke-8 massehi. Menurut fakta sejarah ada hubungan perdagangan orang Arab dengan Nusantara sejak sebelum kedatangan Islam. Kelahiran Islam disemenanjung tanah Arab pada awal abad ke-7 masehi. Kedatangan mereka ke Nusantara khususnya di Sumatera Utara yang mempunyai pelabuhan penting ketika itu, di samping menjalankan kegiatan perdagangan ada kemungkinan besar mereka memperkenalkan Islam kepada penduduknya.
Laporan I-Tsing pengembara Cina yang singgah ke daerah itu dalam perjalanannya ke India pada tahun 671 Masehi, yang menumpang kapal kepunyaan saudagar Arab, dapat membantu dakwaan sejarawan daerah. Catatan Cina terdapat sekumpulan orang Arab sampai ke Sumatera pada tahun 684 Masehi dan membuat perkumpulan. Begitu juga pada zaman Kerajaan Bani Umaiyah (660-750 M) seperti pada zaman pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sofyan (715-717 M) dan zaman Umar ibn Aziz (717-720 M)  melakukan seruan Islam ke daerah Nusantara terutrama di daerah kerajaan Sriwijaya. Dikatakan kepada Islam, terutama di Pantai timur Sumatera bukan saja diusahakan oleh pedagang – pedagang serta mubaligh Arab, Farsi dan India bahkan dibantu kuat oleh pemerintahan setempat seperti Perlak dan Pasai. Pemerintahan Pasai yang berakhir ialah ratu Nihraisyah Rawangsa Khadiyu (1400-1428 M), dengan kemangkatannya Pasai mengalami keruntuhan. Justru itu kerajaan Malaka yang muncul pada awal abad ke-15 Masehi telah mengambil alih memainkan peranan dan tanggungjawab secara kesinambungan bagi menyebutkan Islam di daerah ini.
   
2.      Kerajaan Malaka (1409 – 1511 M)
Pertumbuhan negeri Malaka dikatakan terjadinya perang saudara di Mjapahit setelah kematian Hayam Wuruk (1360-1389 M) seorang pemerintah yang termashur dalam kerajaan tersbut. Pada tahun 1401 meletus prang saudara karena merebut tahta kerajaan antara Wirabumi di Jawa timur dengan Raja Wikrama Wardhana, Majapahit. Dalam masa perang saudara di Majapahit itulah kerajaan Siam (Sukothai) mengambil kesempatan meluaskan oengaruhnya hingga ke negeri- negeri di Selatan Tanah Melayu, termasuk Pahang dan Tamasek (Singapura) jatuh dibawah kekuasaannya.
Dalam perang saudara di Majapahit itu, Parmeswara (Permaisuri) putra Raja Palembang – sriwijaya dari Dinasti Sailendra, turut terlibat karena beliau telah kawin dengan slah seorang putri Majapahit. Pada tahun 1402 Masehi, Parameswara dikatakan pergi ke Muar dan akhirnya ke Malaka.
Malaka ketika itu masih sebuah kampung kecil didiami sebagian kecil kaum nelayan yang kerja mereka sebagian perampok para kapal dagangan yang datang dari barat ke timur. Beliau dilantik menjadi pemerintah oleh para pengikutnya dan penduduk asal di sana. Lama kelamaan Malaka menjadi ramai dan masyur, lebih lagi setelah tibanya orang Minangkabau untuk membuka kawasan tempat tinggla. Menurut para ahli sejarah faktor yang menyebabkan Parameswara memilih Malaka sebagai kediamannya, antara lain ialah :
a.       Mempunyai lahan datar yang luas, sesuai dijadikan sebagai tempat tinggal dan kawasan cocok tanam.
b.      Kedudukannya dipenghujung Selatan Malaka, dapat dijadikan sebagai pusat kapal – kapal yang beredar di Selatan tersebut.
c.       Bukit – bukit yang berada berdampingan tanah datar dapat digunakan sebagai benteng keselamatan dan pertahanan.
d.      Letaknya bertentangan dengan Sumatera yang kaya dengan keperluan perdagangan seperti Beras, Lada Hitam, Kapur, Remah, Emas dan lain – lain.
e.       Faktor yang terpenting sekali karena kedudukannya ditengah – tengah perjalanan laut antara Asia Barat, Farsi, India dengan Cina. Sesuai dejadikan sebagai pelabuhan perantara atau pelabuhan Internasional, di samping dapat menarik minat pedagang – pedagang asing membuat penempatan sementara untuk menantikan angin segar yang sesuai.
Malaka begitu pesat dalam bidang perdagangan. Namun segi politik berada dalam kebimbangan.
3.      Kerajaan Aceh (1511 – 1650 M)
Pada abad ke-15 Msehi, Malaka merupakan pusat kegiatan agama dan kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Setelah kejatuhan ditangan Portugis pada tahun Masehi peranan yang dimainkannya selama ini telah lenyap. Namun demikian dengan kemunculan kerajaan Aceh negeri itu berhasil mengambil alih tugas – tugas yang dimainkan oleh Malaka sebelumnya. Kerajaan merupakan suatu kesinambungan dari kerajaan Islam Pasai yang pernah ada sebelum kelahiran kerajaan Malaka lagi. Daerah pemerintahan Pasai kemudian terpecah menjadi beberapa wilayah kecil, justru seorang dari keturunan Raja Pasai benama Raja Ibrahim menyatu semua wilayah dengan mendirikan Kerajaan Aceh.
Raja Ibrahim menjadi Raja Aceh pertama begelar Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah (1511-1530 M). Pada zaman kegemilangannya, Aceh merupakan sebuah empayar Islam yang gagah serta berpengaruh di Asia Tenggara. Mempunyia wilayah takluk yang luas di Sumatera dan juga tanah Melayu seperti Haru, Deli, Siak, Asahan, Tanjung Balai, Panai, Rokan, Indra diri dan Salida. Di Tanah Melayu seperti Johor, Pahang, Perak, Kedah dan lainnya. Kedudukannya yang terletak di Sumatera Utara dan berhasil menguasai pantai baratnya juga perairan Selatan Melayu merupakan suatu strategi bagi penguasaan perdagangan antara India dengan Cina.
Aceh memberi bermacam – macam kemudahan dan perlindungan kepada pedagang – pedagang di pelabuhan, terutama di pesisir pantai Barat Sumatera. Dengan demikian Aceh berhasil mengalih pandangan semua pedagang – pedagang terutama pedagang Islam dari Senantiasa menggunakan Selat Malaka ke Pantai Barat Sumatera dan terus ke Selat Sunda. Begitu juga di sebelah Utara Selat Malaka yaitu di kawasan yang tetangga dengan Kedah, Perak, Perlak dan Pasai telah dikuasai Aceh. Dengan demikian ia juga dapt mengalih pandangan – pandangan bagi menggunkana pelabuhan di Pantai Barat Sumatera terutama oada zaman Pemerintahan Sultan Alauddin al-Mukammil (1598-1604 M).
Kerajaan Aceh berusaha supaya para pedagang menggunakan pelabuhannya, sehingga Aceh bukan saja meningkatkan perdagangan dan ekonominya tapi juga mempengaruhi semua  pedagang supaya memusuhi Portugis di Malaka. Bermula dari berbagai kemudahan dan perlindungan serta sikap terbukanya dari segi perdagangan Aceh berhasil menarik tumpuan para pedagang seperti Cina, India, Inggris, Belanda dan Islam. Melalui perdagangan ia menyebar Islam ke seluruh Asia Tenggara.
Dasar kerajaan Aceh seja zaman Ali Mughayat Syah (1511-1530 M) untuk menghancurkan Portugis di Malaka juga perdagangan mereka. Aceh senantiasa mengimbangi semangat dan pengaruh Portugis saja dari aktivitas perdagangan, bahkan dari segi politik dan agama. Dengan itu Aceh meniupkan semangat jihad bagi menentang kuasa dan pengaruh Portugis di daerah ini. Usaha – usaha untuk memperkokoh institusi – institusi perjanjian Islam dalam negeri serta kegiatan menyebarkannya di dalam maupun di luar negeri giat dilakukan waktu ke waktu.
Aceh merupakan musuh utama Portugis ketika itu senantiasa di serang oleh penjajah Malaka itu, tetapi semua serangan yang dilakukannya dapat dipatahkan oleh Aceh. Sebaliknya Aceh yang berhasil menanam semangat jihad dan menyatupadukan rakyat melancarkan beberapa kali serangan. Pada 1521 Masehi, tentara Aceh berjaya menewaskan tentara Portugis yang dibantu oleh Pidie. Pidie ditawan dan panglima Portugis, Joge Brito dapat dibunuh. Pada tahun 1547 M yaitu pada zaman Sultan Alaiddin Riayat Syah II. Aceh menyerang dan mengepung Portugis di Malaka tetapi gagal. Kemudian pada tahun 1568 sekali lagi Aceh menyerang Portugis, tetapi tidak berhasil juga karena Portugis mendapat bantuan dari Goa, Kedah dan Johor. Di zaman Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636 M), Aceh secara besar – besaran menyerang Portugis sebanyak dua kali, pertama pada tahun 1615 Masehi dan pada tahun 1629 Masehi. Kedua serangan tersebut menemui kegagalan.
Walupun begitu akibat dari serangan tersebut memberi kesan besar dari sudut penyebaran Islam karena Portugis tidak dapat melakukan kegiatan politik dan agama secara bebas.  Pada zaman Sultan Alaiuddin Riayat Syah (1539-1571), kerajaan Turki telah mengirimkan ke Aceh alat – alat senjata dan ahli – ahli dalam menciptakan alat senjata serta 40 orang penasehat tentara untuk melatih angkatan tentara Aceh bagi menggunakan meriam. Dengan adanya bantuan tersebut dapat melipatgandakan lagi kekuatan Aceh bagi tujuan keselamatan dan pertahanan.
Pada zaman Sultan Alauddin Manshur Syah(1581- 1587 M) pula, datang beberapa ulama dari Timur Tengah ke Aceh antarnya seperti Sheikh Abdul Qadir ibn Hajar dan Sheikh Muhammad Yaman dari Makkah. Dari Gujarat ialah Sheikh Muhammad Jailani ibn  Muhammad al-Raniri. Begitu pula pada pemerintahan sultan –sultan yang lain terutama pada zaman Sultan Iskandar Muda Lam (1607-1636 M). Ulama – ulama yang datang dari Asia Barat dan India dapat membantu usaha dakwah dan memperdalamkan lagi ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam. Keterlibatan dari sultan –sultan dan ulama – ulama daerah setempat, di samping bantuan ulama – ulama serta cerdik pandai dari luar, menjadikan Aceh sebagai pusat pengajaran Islam dan kebudayaan yang terkenal.

C.    Pengaruh Islam dalam Pendidikan
1.      Pengajian Islam di Malaka
Kedatangan Islam ke Tanah Melayu pada peringkat awal dikatakan berlaku pada abad ke-12 masehi. Malaka merupakan sebuah kerajaan Melayu-Islam yang teragung di daerah ini sekitar abad ke-15 Masehi. Menurut sejarah, Malaka bukan saja sebagai sebuah kerajaan yang luas pemerintahannya tetapi sangat terkenal sebagai sebuah kerajaan yang begitu aktif dalam bidang pengajian dan pendidikan Islam.
Sejak penerimaan Islam oleh Parameswara pada tahun 1414 Masehi, kegiatan Agama dan pendidikan Islam di usahakan secara bersungguh – sungguh oleh para ulama dan para mubaligh. Seluruh masyarakat dari golongan para raja, pembesar serta rakyat jelata disuguhkan dengan pengetahuan Islam. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, rumah – rumah, masjid, surau serta istana – istana dijadikan sebagai institusi pendidikan.
Pada tahun 1511 Masehi, Malaka kalah di tangan Portugis pada tahun tersebut tercatat sejarah hitam bagi seluruh bangsa Melayu Semenanjung, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun pendidikan. Kedatangan Portugis merupakan printis jalan kepada bangsa – bangsa Eropa lain menjajahi Tanah Melayu selanjutnya secara silih berganti selama lebih kurang 5 abad. Dalam periodisasi yang begitu lama bangsa penjajah yang berpendidikan faham Kristen itu berhasil menguasai hampir seluruh bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.


2.      Kearah Pendirian Sekolah Melayu
Oleh pelajaran Al-Quran merupakan mata pelajaran dasar atau asas salam kurikulumnya, rata – rata masyarakat Melayu menamakannya sebagai “Sekolah Qur’an”. Kesadaran untuk mengubah struktur pengajian tradisional melayu, kepada tahap yang lebih baik dan sempurna oleh penjajah Inggris, telah terbayang pada awal abad ke 19 Masehi, berkesempatan meninjau institusi berkenaan terutama dengan itu beliau membuat saran supaya pihak kerajaan menyediakan tempat belajar yang lebih sesuai di samping membuat beberapa perubahan yang perlu.
Masyarakat Melayu berada dalam keadaan mundur terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan dan kemasyarakatan, tetapi mereka tetap mempertahankan institusi tradisional Melayu yang menjadi warisan bangsa sejak turun temurun Institusi rumah, masjid dan surau, yang terkenal sebagai “Sekolah Qur’an”, masih menjadi tumpuan pelajar – pelajar. Setelah mereka bukan saja sanggup mempertahankan kelanjutan hidup industri tersebut bahan sanggup meningkatkan lagi perjanjian hingga ke peringkat yang lebih tinggi. Anak – anak dikirim ke luar negeri seperti Patani Malaka dan Mesir dan lain-lain, untuk melanjutkan pelajaran mereka. Bila tamat pengajian, mereka kembali ke tanah air untuk membuat institusi- institusi Pengajian Islam yang lebih tinggi. Institusi berkenaan terkenal dengan panggilan “Pondok”.

Pembentukan Institusi Pondok dan pembelajarannya
a.      Pembentukannya
Perkataan pondok berasal dari perkataan Arab (Funduqun) berarti tumpangan atau tempat menginap para pengembara. Pondok adalah rumah – rumah kecil yang dijadikan sebagai tempat tinggal pelajar, berhampiran surau dan juga rumah guru di kawasan khusus. Semua komponen tersebut dipanggil “Pondok”.
Pengajian pondok yang dimaksud disini ialah pengajian yang UMUM, yaitu suatu struktur pengajian secara tradisional dan pembelajarannya disampaikan dengan menadahkan kitab.
Awalnya rumah dijadikan sebagai tempat belajar, namun lama kelamaan pelajar yang ingin ikut belajar makin bertambah, maka para orang tua pelajar serta masyarakat bergotong royong mendirikan bangunan yang sesuai sebagai tempai belajar bersambung dengan rumah. Bangunan itu disebut “surau” atau “madrasah” sebagai tempat melaksanakan aktivitas ibadah dan juga sebagai tempat belajar.




b.      Institusi Pondok dan Identitasnya

1)      Tulisan Jawi dan Pengaruhnya
Kedatangan Islam di Tanah Melayu dikatakan berlaku pada abad ke-15 Masehi yaitu meneruskan penerimaan Islam oleh Raja Malaka pada tahun 1414 Masehi. Menurut fakta sejarah, kedatangan Islam lagi, bahasa Melayu sudah mempunyai sistem tulisan perantaraannya. Bunyi dan sebutan huruf tersbut telah mempengaruhi alat – alat artikulasi bangsa Melayu yang menyulitkan mereka menyebut kalimat – kalimat Arab terutama dalam membaca Al-Quran. Dalam konteks ini mubaligh Islam telah memperkenalkan huruf Jawi yang berdasarkan abjad Arab campuran Farsi memudahkan mereka dalam pembelajaran Agama Islam dan membaca Al-Qur’an. Pengajaran huruf Jawi di samping meneruskan institusi rumah, masjid dan surau di samping pelajaran Qur’an dan asas agama. Tradisi pembelajaran tulisan Jawi dan pembacaannya berlaku secara kesinambungan bila adanya institusi pondok.
Adanya diantara institusi pondok di Tanah Melayu menjadikan pengajian Jawi dari penggunaannya meneruskan kitab –kitab Jawi dalam pembelajaran lain – lain mata pelajaran. Ada pula yang semata – mata memberi penekanan pembelajarannya secara sampingan meneruskan kitab –kitab Jawi dalam mata pelajaran Usuliddin, Fiqih, Tasawwuf dan lain –lain di samping kitab Arab. Tindakan seumpama ini mempengaruhi perkembangan huruf Jawi dan penggunaanya dalam media hubungan masyarakat. Didapati ketika itu segala urusan hubungan baik dari pembicaraan umum, maklumat tertulis, surat perjajian arahan dan perintah juga lain – lain adalah ditulis dengan menggunakan huruf Jawi.
Peranan institusi pondok bukan saja berhasil mengembangkan penggunaan tulisan Jawi untuk memudahkan pembacaan Al-Quran dan kitab –kitab agama juga menjadi media hubungan masyarakat bahkan dapat mengembang dan memperkaya bahasa Melayu.

2)                  Situasi Agama Islam dan Kewibawaannya

Islam dan Melayu dari segi konsepsinya merupakan identitas lahiriah yang saling kiat dan pengaruh mempengaruhi bagi masyarakat Melayu, bahkan ia menjelma dalam segala aspek spiritual. Penjelmaan ini menambah memperkokohkan aspek lahiriah, yang mana keduanya berpadu untuk memancarkan identitas tradisi dan budaya. Inspirasi beragama dan maju menonjolkan diri sebagai seorang Muslim di samping ingin menjadikan diri sebagai benteng yang kebal untuk mempertahankan Islam, senantiasa hidup dan begitu fanatik sekali, walaupun tidak sebanyak mengenal Islam dan beramal dengan hukumnya. Orang melayu tidak suka mereka disebut dengan “Jahil”, tetapi  kurang marahnya bila disebut “bodoh” walaupun ia seorang yang jahil dan jarang – jarang patuh kepada hukum agama. Karena kalimat tersebut boleh menggambarkan “jahiliah” yang suatu sistem hidup yang sesat dari ajaran agama Islam.
Bangsa Melayu berhasil mendaulatkan Islam sebagai suatu ikatan yang unik bagi mereka, tetapi hanya dalam bentuk –bentuk lahiriah saja. Kebanyakan belum sempat menjangkau ke tahap penghayatan Islam itu sendiri.

b.1. Struktur bangunan dan perhubungannya

pengajian pondok nampaknya mempunyai identitas ciri-ciri yang terdiri, dimana dia merupakan faktor utama untuk kejayaan dan kelanjutan institusi berkenaan. Rasanya rumah-rumah kecil yang didirikan secara tersusun sebagai tempat tinggal pelajar, dalam bentuk yang serupa mengandung ciri-ciri yang sama, melambangkan identitas filsafat institusi pondok itu sendiri.
Pemilihan mesjid dan surau sebagai tempat belajar di pondok-pondok merupakan  suatu identitasnya yang unik dan berbeda dengan institusi-institusi modern yang lain. Karena dari bangunan-bangunan tersebut, dapat menghasilkan suasana yang harmonis dari segi kegiatan ibadah dan hubungan antara pelajar dan guru.

b.2. Situasi pelajar
pelajar-pelajar pondok tidaklah terfokus kepada syarat-syarat tertentu untuk memilih nama pondok sebagai tempat belajar dan juga jenis mata pelajarannya. Namun demikian ada juga di antara institusi pondok meletakkan syarat dimana calon pelajar membaca Al-Qur’an membaca dan menulis jawi. Syarat tersebut kedapatan pada kebanyakan pondok abad ke-20 Masehi. Dengan demikian dapat mendorong mereka supaya belajar bersungguh-sungguh dengan kepuasan maksimun tanpa dipaksa dengan tidak membuang masa dan mengenal lelah.
Para pelajar juga berniat menempuh cara hidup yang sederhana dipondok untuk pendekatan pengakaran yang khusus. Hubungan antara guru dengan pelajar dalam struktur pembelajaran dipondok merupakan hasil binaan disiplin dua arah luar dan dalam yang berbentuk khusus. Hubungan pelajar dengan guru dalam situasi tersebut rasanya amat berbeda sekali dengan sistem pendidikan sekuler. Karena motif pembelajaran sekuler adalah belajar ilmu untuk ilmu hanya sebagai alat untuk mencari kehidupan duniawi. Guru adalah sistem  tersebut hanya sebagai pemberi pembelajaran dan pelajar semata-mata menerimanya. Hubungan pribadi antara keduanya tidak lah sampai ketahap kasih sayang yang sebenar dan terpadu. Rasanya mungkin antara sebab berlaku demikian, adalah awal dari motif penyebaran ilmu menurut tradisi dan situasi sekuler, lebih berbentuk komersial yang mengutamakan nilai ekonomi untuk mencari kemewahan hidup.
b.3. ketokohan dan tanggung jawab guru

Guru dalam sistem pendidikan pondok merupakan faktor utama dan penting. Kemampuan pribadi guru itulah menjadi elemen terpenting jatuh  bangun sebuah pengajian pondok. Pengaruhnya amat besar dan penngaruhnya anat teguh. Biasanya guru adalah tokoh yang banyak pengalaman, karena banyak berkeana baik didalam maupun diluar negeri bagi mencari ilmu.
Oleh sebab keilmuan dan kewarakannya mereka di tanggung oleh masyarakat sebagai manusia berkebolehan dalam banyak bidang, dengan istilah sekarang mereka dipanggil sebagai “ manusia Ensaiklopedia” Menirukan tanggapan masyarakat itulah menjadikan mereka lebih beribawa, kata-kata mereka dipatuhi dan ditaati bukan saja dalam masyarakat pondok bahkan dalam masyarakat yang lebih luas. Hubungan erat antara guru dan pelajar merupakan satu daripada  metode untuk menambah hazanah dalam pembelajaran. Pelajaran bukan saja menerima ilmu yang disampaikan bahwa dapat menyaksikan dan mengambil contoh dari tingkah laku dan keperibadian  gurunya. Hubungan erat antara guru dan pelajar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan merupakan suatu kaedah pembelajaran yang unggul yang dicontoh dari Rasulullah SAW.

1. Tulisan Jawi dan Pengaruhnya
Kedatangan Islam di Tanah Melayu dikatakan berlaku pada abad ke-15 Masehi yaitu meneruskan penerimaan Islam oleh Raja Malaka pada tahun 1414 Masehi. Menurut fakta sejarah, kedatangan Islam lagi, bahasa Melayu sudah mempunyai sistem tulisan perantaraannya. Bunyi  dan sebutan huruf tersebut telah mempengaruhi alat-alat artikulasi bangsa Melayu yang menyulitkan mereka menyebut kalimat-kalimat Arab terutama dalam membaca Al-Qur’an dalam konteks ini mubaligh Islam telah memperkenalkan huruf Jawi yang berdasarkan abjad Arab campuran Farsi memudahkan mereka dalam pembelajaran Agama Islam dalam membaca Al-Qur’an.
Adanya diantara institusi pondok ditanah Melayu menjadikan pengajian jawi dari penggunaannya meneruskan kita-kitab Jawi dalam pembelajaran lain-lain mata pelajaran. Ada pula yang semata-mata memberi penekanan pembelajaran secara sampingan meneruskan kitab-kitab Jawi dalam mata pelajaran Usuluddin, Fiqih, Tasawwuf dan lain-lain disamping kitab Arab. Tindakan seumpama ini mempengaruhi perkembangan huruf Jawi dan pengunaannya dalam media hubungan masyarakat. Didapati ketika itu segala urusan hubungan baik dari pembicaraan umum maklumat bertulis, surat perjanjian arahan dan perintah juga lain-lain adalah ditulis dengan menggunakan huruf Jawi.
Peranan institusi pondok bukan saja berhasil mengembangkan pengunaan tulisan Jawi untuk memudahkan pembacaan Al-Qur’an dan kitab-kitab agama juga menjadi media hubungan masyarakat bahkan dapat mengembang dan memperkaya bahasa Melayu.

2. Situasi Agama Islam dan Kewajibannya
Selain dari peranan diatas yang dapat dianggap sebagai kesan institusi tradisional itu terhadap masyarakat Malaysia situasi dan kewibawaan Agama Islam itu sendiri. Hasil kesinambungan usaha oleh ulama-ulama dan juga guru-guru meneruskan institusi pondok, berhasil mendaulatkan Islam sebagai suatu agama yang Unik di kalangan seluruh bangsa Melayu untuk menganut Islam sebagai satu-satunya agama untuk bagi mereka.
Islam dan Melayu dari segi konsepsinya merupakan identitas lahiriah yang saling kiat dan pengaruh mempengaruhi bagi masyarakat Melayu, bahkan ia menjelma dalam segala aspek spiritual. Penjelmaan ini menambahkan memperkokohkan aspek lahiriah, yang mana keduanya berpadu untuk memancarkan identitas tradisi dan budaya. Inspirasi beragama dan maju menonjolkan diri sebagai seorang Muslim di samping ingin menjadikan diri sebagai benteng yang kebal untuk mempertahankan Islam, senantiasa hidup dan begitu fanatik sekali, walaupun tidak sebanyak mengenal Islam dan beramal dengan hukumnya. Orang Melayu tidak suka mereka disebut dengan sebutan “JAHIL” tetapi kurang marahnya bila disebut”BODOH” walaupun ia seorang yang jahil dan jarang-jarang patuh kepada hukum agama.
Sungguhpun bangsa Melayu berhasil mendau-latkan Islam sebagai suatu ikatan yang unik bagi mereka, tetapi hanya dalam bentuk-bentuk lahiriah saja. Kebanyakan belum sempat menjangkau ke tahap penghayatan Islam itu sendiri. Situasi ini rasanya sukar didapati andainya keilmuan Islam ada yang tergolongkan dalam ilmu Fardu’Ain maupun ilmu Fardu Qifayah dengan cara berpadu dapat dikembangkan  kepada tiap-tiap individu Muslim.
Meneruskann doktrin barat itulah, bukan saja ia berhasil memisah-misahkan ilmu tetapi berhasil pula memisahkan antara konsep dunia dan akherat yang akhirnya membawa kepada perubahan tanggapan kebenaran, kemewahan hidup, hiburan yang berlebih-lebihan tanpa mengambil kerohanian dan hukum agama itulah menjadikan masyarakat Melayu negeri ini terombang-ambing. Apalagi penyakit sesat yang masih kuat bertapak dikalangan masyarakat. Sungguhpun begitu institusi pondok, rakyat yang serba kekurangan disamping memberi pelajaran kepada anak bangsanya dapat juga mengikis dan memberantas penyakit lama masyarakat itu, walaupun tidak secara keseluruhannya. Begitu juga tidak henti meniupkan semangat beragama dan berdakwah bagi menentang pengaruh pemikiran dan kebudayaan Barat yang melanda masyarakat.


1.    Masuknya Islam ke Semenanjung Malaysia
           
Tidak adanya dokumen yang lengkap mengenai tentang kedatangnya Islam ke Malaysia menyebabkan munculnya berbagai teori tentang kapan dan dimana Islam pertama kali menyebar di negara ini. Azmi misalnya berpendapat bahwa Islam datang pertama kali Malaysia sejak abad ke 7 M. Pendapatnya ini berdasarkan dari sebuah argumen bahawa pada pertengahan abad tersebut, pedagang arab  islam sudah sampai kegugusan pulau-pulau melayu. Dimana Malaysia secara dgeografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang arab muslim yang singgah dipelabuhan dagang indonesia pada separuh ketiga abad tersebut. Menurut Azmi tentu juga singgah dipelabuhan-pelabuhan dagang Malaysia.
  Hipotesis lain juga dikemukakan oleh Fatim, bahwa Islam datang pertama kali sekitar abad ke-8 H(14 M). Berpegang pada penemuan batu bersurat ditengganu yang bertanggal 1302 M. Batu bersurat itu ditulis dengan aksara arab, pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasuallah.
            Tidak adanya konsensus dikalangan sarjana ini bisa dimengerti. Bagaimana pun juga problem utama untuk mempelajari islam diwilayah ini dalam istilah John, adalah karena keragaman dan keluasan wilayah, diman pada setiap kenyataannya tidak setiap wilayah itu sama-sama bisa diketahui dengan baik, hingga menimbulkan distorsi penekanan anakronisme dan ekstrapolasi yang tidak akurat.
  Sumber-sumber spekulasi lainnya adalah menyangkut cara dan situasi dimana Islamisasi disemenanjung melayu ini terjadi.mengenai asal usul penyebaran, pendekatan akdemis perpusat di arabia dan India. Sebagaiman diketahui secara umum, sebelum islam datang ketanah melayu, orang-orang melayu adalah penganut animismem hinduisme dan budhaisme. Namun kemudian sejak datangnya Islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan terima sebagai agama baru dalam masyarakat Malayu Nusantara.

2.    Islam sebagai Identitas Melayu
            Sejak periode paling awal dimalaysia, Islam telah mempunyai iktan yang erat dengan politik dan masyarakat melayu. Islam bagi orang melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas mereka dan menjadi dasar kebudayaan melayu. Pakaian tradisonal melayu, misalnya telah disesuaikan dengan apa yang dianjurkan oleh islam. Baju kurung dan rok panjang bagi wanita yang disertai dengan tutup kepala dengan maksud untuk menutup aurat. Pakaian laki-laki juga disesuaikan dengan tuntunan agama islam. Etika berumah tangga dan bertetangga dan bermasyarakat juga mengalami penyesuaian dengan ajaran islam. Ini berarti bahwa adat, tradisi dan budaya melayu telah diwarnai oleh ajaran-ajaran islam.
            Identifikasi melayu dan Islam, diantaranya bisa dilekatkan pada hakikat kepemimpinan politik melayu tradisional, yang dipimpin oleh sultan. “sultan” adalah istilah yang digunakan untuk menyebut penguasa muslim. Istilah ini berasal dari bahasa arab dan melambangkan kekuasaan islam dinegeri itu. Kitab undang-undang malaka bahkan menyebut undang-undang malaka sebagai “khalifat al-muk-minin, zil allah fi al-alam” berarti orang-orang beriman, bayang-bayang Allah dimuka bumi. Ini berarti mengandung makna bahwa sultan bssertanggung jawab langsung kepada tuhan untuk memelihara dan mengembangkan agama islam. Karena itu para sultan juga tidak hanya punya peranan vital dalam pernapasan kesultanan sebagai instutusi politik muslim dan pembentukan serta pengembangan institusi-institusi muslim seperti pendidikan dan peradilan agama, tetapi juga terlihat langsung dalam berbagai aktifivas keagamaan dan kajian-kajian keislaman sehingga islam terasa begitu mewarnai kebudayaan melayu.
            Dalam bidang politik pemerintahan, juga terdapat konsepsi dan pemikiran politik yang dipengaruhi oleh ajaran islam. Sehingga tradisi politik melayu yang berbasis hindu-budha sebelum kedatangan islam telah diganti oleh ide-ide yang di ilhami oleh al-quran dan sumber-sumber sah islam lainnya. Sebagai contoh bila sebelum kedatangan islam terkenal slogan “pantang melayu mendahaka” karena ketaatan orang-orang melayu yang membuta pada para penguasa mereka sebagai akibat dari pandangan mitologis tergadap raja, begitu mereka menerima islam mereka memberikan persyaratan tertentu bagi loyalitas mereka tergadap penguasa. Sehingga slogan melayu yang sudah dikenal luas itu diubah menjadi pepatah: raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah. Ini berarti bahwa kekuasaan raja atau sultan melayu bukan tanpa batas.  Dalam islam, batas kepatuhan kepada para penguasa, telah didefenisikan secara  jelas dalam banyak ayat al-quran yang membawa pesan “tidak ada ketundukan kepada mahluk jika hal itu menyebabkan keingkaran kepada khalik”.
            Selain itu, hukum yang diberlakukan diberbagai kesultanan melayu seperti malaka, johor, pahang, kedah dan kesultanan lainnya di malaya adalah hukum yang bernafas syariat islam. R.O. Winstedt mengatakan bahwa malaka adalah kerajaan melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syariat islam. Berikutnya, kesultanan johor, pahang, kedah dan kesultanan lainnya di malaya juga merumuskan kitab hukum yang isinya banyak merujuk pada kitab hukum kanun malaka. Dengan demikian dapat dibayangkan dengan hukum yang diberlakukan di kesultanan – kesultanan tersebut, juga hukum yang sebagian isinya berlandaskan pada ajaran Islam.
            Namun, akibat kolonialisasi inggris, identitias melayu itu mengalami degradasi, karena tidak jarang pihak kolonial membuat berbagai kebijakan yang melemahkan fungsi dan peran islam dalam kehidupan melayu. Kolonial inggris membuat perbedaan yang jelas anatara agama dan negara, dengan memperkenalkan administrasi sipil dan sistem hukum yang berbeda dengan sistem hukum dan peradilan islam. Diantara perkembangan yang paling tragis dalam perkembangan agama islam adalah penerapan spekularisme dalam segala unsur bahwaannya termasuk dalam paham pemisahan antara agama dengan negara.
            Penjajahan tanah melayu oleh inggris mengakibatkan melemahnya nilai-nilai islam yang telah meresap dalam tatanan masyarakat tradisional melayu. Penjajahan itu tidak terbatas hanya pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi termasuk juga penjajahan pikiran dan kebudayaan. Kolonial inggris membuat pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Pelaksanaan hukum-hukum islam di negara-negara bagian malaysia pada masa kesultanan telah berubah dibaeah pengaruh inggris, yang menggantika sisitem hukum dengan keinginannya.  Sistem pemerintahan islam yang disebut kesultanan juga mengalami kemunduran, akibatnya tidak lagi mampu memainkan peranannya sebagai pelindung penyebar agama Islam. Srepanjang masa penjajahan tersebut dunia melayu mengalami “Westernisasi”(pembaratan) dan sekaligus “Deislamisasi” (hilangnya pengaruh islam).
  Oleh karena itu, korelasi agama melayu islam telah menjadi alat dan sarana yang ampuh bagi politisi melayu dan merangkul dan menyatuhkan komunitasnya. Meninggalkan partai yang berbasis melayu (UMNO/PAS) dapat dianggap melemahnya komunitas melayu islam. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik untuk membantu orang-orang melayu dimaknai sebagai sarana untuk mempertahankan dan memperkokoh agama islam, dari sinilah terlihat manifestasi dan identifikasi melayu islam.

3.    Posisi Islam dalam Konstitusi (UU) Negara Malaysia
            Dalam konstitusi Malaysia, Islam diakui sebagai agama resmi negara. Pasal 3 ayat 1 menegaskan: “islam is relagion of the federation, but other relagions may be practised in peace and harmony in any part of the federation” islam adalah agama federasi umum pada saat yang sama, konstitusi (UU) memberikan kebebasan beragama pada komunitas non muslim. Mereka berhak menjalankan agama mereka, memiliki kekayaan dan menddirikan sekolah-sekolah agama, mengurusi perkara-perkara mereka sendir, namun mereka tidak diperbolehkan berdakwah dan menyebarkan keyakinan mereka dikalangan kaum muslim, aturan ini dimaksudkan untuk membatasi pertumbuhan dan pengaruh mereka diwilayah-wilayah lain. Meskipun orang-orang muslim dilindungi oleh konstitusi dan hukum, hak dan kewajiban mereka dan kaum melayu Muslim tidaklah sama.
            Posisi islam sebagai agama resmi negara sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi ini dalam sejarahnya menimbulkan berbagai reaksi, perdebatan dan kesalahpahaman. Memposisikan islam sebagai agama resmi negara bisa dimaknai sebagai suatu pengumuman kepada dunia luar bahwa Malaysia dikenal sebagai negara Islam. Dalam pernyataan konstitusi bahwa islam sebagai agama resmi negara tidak bermakna sampai sejauh itu. Karena ketentuan itu tidak berarti Malaysia menjadikan Islam sebagai Ideologi Negara, juga tidak bermaksud malaysia melaksanakan sistem islam atau penerapan Undang-undang maupun hukum islam, melaikan tetap melaksanakan sistem sekuler seperti yang berlaku di Indonesia dan Mesir. Hal ini ditegaskan dalam Momerandum UMNO kepada komisi reid, sebuah komisi yang dipercaya menyusun konstitusi untuk malaysia merdeka. Dalam draf momerandum itu terdapat pernyataan:
“Agama bagi malaysia hendaklah Islam. Pengakuan dasar ini tidak akan mengenakan halangan apapun bagi organisasi-organisasi non muslim untuk menganut dan mengamalkan agama mereka dan tidakalah akan membawa pengertian bahwa negeri ini bukanlah sebuah negara sekunder”.
  Dengan demikian, pengakuan konstitusi bahwa agama islam merupakan agama resmi negara tidak memberi ruang kuasa yang luas untuk melaksanakan undang-undang dasar Islam, bahkan konstitusi tetap menjadi undang-undang tertinggi federal dan setiap undang-undang hendaklah disesuaikan dengan ketentuan konstitusi.
  Dari keterbatasan dan implikasi dari konstitusi  malaysia  tentang posisi islam sebagai agama resmi negara, yang jelas pengakuan negara terhadap islam turut mendukung menguatnya islam dimalaysia. Karena pengakuan itu dapat berimplikasi politis, dimana dapat di maknai khusus oleh warga negara meelayu muslim bahwa negara turut membantu pelaksanaan ajaran agama islam dan memperhatikkan umat islam di negara tesrebut. Hal  ini mendapatkan momentumnya ketika di Malaysia terdapat 2 partai    melayu : partai UMNO yang mendominasi pemerintahan Dan partai PAS yang merupakan partai oposisi islam. Kaitammmya dengan konstitusi terkait posisi islam adalah kenyataan bahwa islam menjadi isu sentral bagi kedua partai yang telah lama saling berkompetisi dalam mencari dukungan dan legitimasi melayu.

4.    Kebijakan pemerintah setelah kerusuhan etnis tahun 1969
            Masalah sosioekonomi yang menghadapi Malaysia pada tahun-tahun pertama setelah kemerdekaan adalah ketimpangan ekonomi antaara etnis melayu dan etnis pendatang, baik China maupun India. Faktor-faktor penyebabnya beraawal sejak masa kolonial, ketika kolonial Inggris mengkotak-kotakan penduduk tamah melayu baik dari segi letak geografis maupun kegiatan ekonomi. Orang-orang Melayu dibiarkan tinggal di kampung-kampung sebagai petani dan nelayan miskin dengan peluang yang terbatas  untuk memperoleh pendidikan. Orang-orang India dijadikan buruh pada ladang-ladang jatah milik pemerintah Inggris, juga tanpa peluang pendidikan. Sementara orang-orang Cina menguasai perdagangan perindustrian dan pertambangan. Akibatnya, komunitas Cina yang kebanyakan tinggal di kota meraih kemakmuran dan menonjol dibidang ekonomi dan pendidikan. Sementara kaum muslim melayu, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani, meski menguasai politik dan pemerintahan, namun tertinggal di bidang ekonomi dan pendidikan. Kenyataan inilah yang kemudian menyulut kerusuhan antara etnis di Malaysia pada Mei 1969.
            Kerusuhan etnis ini meru[akan suatu peristiwa yang digambarkan oleh tuanku Abdul Rahman, mantan perdana mentri Malaysia, sebagai masa paling gelap dalam sejarah nasional Malaysia. Yang menyebabkan ratusan orang meninggal, dan sebagian terluka, dibubarkannya palemen selama hampir 2 tahun dan diberlakukannya keadaan darurat.
            Tragedi peristiwa 13 Mei 1969 merupakan suatu peristiwa sejarah yang tak akan dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, terutama pemerintahan. Peristiwa itu membuat pemerrintah dan Pimpinan-pimpinan UMNO sadarer akan pentingnya memperrjuangkan nasib dan peningkatan bangsa Melayu, mengembalikan kepercayaan Melayu pada UMNO serta mewujudkan keadilan sosioekonomi bagi etnis Melayu demi stabilitas dan keamanan negara. pemerintah merasa perlu melakukan program reformasi ekonomi yang menjadikan  orang-orang melayu dan bumiputera lainya sebagai target, dengan membenahi kehidupan sosioekonomi masyarakat Melayu. Hal ini kemudian ditindak lanjuti pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan tentang Dasar Ekonomi Baru (DEB) atau New Economic Policy (NEP) kebijakan ini dimaksudkan untuk mengangkat posisi sosial ekonomi kalangan ekonomi lemah yang umumnya adalah orang Melayu serta meningkatkan pendidikan dan taraf hidup serta perkembangan usaha mereka. DEB bermaksud untuk mengoreksi ketidakseimbangan dan ketidakadilan antar etnis.
            Dibidang pendidikan melalui DEB pemerintah memberi kesempatan lebih luas bagi penduduk Melayu guna melanjutkan studi mereka. Generasi yang dibesarkan melalui program DEB kelak menjadi para propesional muda yang komit terhadap ajaran Islam serta banyak berperan dalam mendukung kebangkitan kembali Islam di Malaysia.
            Bagaimana hal tersebut bisa terjadi ? menurut para peneliti yang  concern tentang studi kebangkitan islam, banyak diantara mahasiswayang mendapat beasiswa melalui DEB yang berasal dari kota kecil dan kampung dikawasan pedesaan malaysia. Sementara mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas kebangsaan Malaysia  membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada gerakan-gerakan dakwah seperti ABIM, organisasi Islam yang sudah mapan di hampir setiap kampus di negara bersangkutan seperti Muslim Student Association (MSA) di Amerika Serikat dan Kanada
            Apa hubungan antara kebijakan DEB dengan peningkatan komitmen dan pengalaman Islam di kalangan Melayu? melalui DEB, orang Melayu memperoleh prioritas dibidang ekonomi dan pendidikan. Pemerintah mengirim ribuan pemuda Melayu khususnya untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi keberbagai Universitas didalam dan luar Negeri. Berbagai aspek yang mempengaruhi mereka di lingkungan baru ini, telh semakin memperkuat kesadaran mereka terhadap islam pada akhirnya ikut memicu proses kebangkitan Islam di Malaysia, yang ditandai oleh meningkatnya kesadran Islam dikalangan mereka dan ada upayah untuk mengamalkan ajaran Islam secara lebih serius.
            Mekipun fokus utama program DEB adalah pembangunan sosioekonomi Melayu, promosi bahasa dan nilai-nilai budaya Melayu semakin menguatkan ikatan antara Agama dan etnisitas. Proses ini, dengan menekankan pada bangsa Melayu, sejarah, kebudayaan dan agama, memperkuat kebanggaan, identitas dan solidaritas melayu. Nasionalisme Melayu dan Islam yang merupakan unsur terpenting dalam identitas budaya Melayu telah menjadi kekuatan ideologii dan politik yang semakin besar, yang semakin memperkuat posisi dan peran Islam di panggung politik Malaysia.
            Dengan demikian, Malaysia memberikan contoh yang menarik tentang sentimen-sentimen nasionalitas Melayu yang mengakomodassikan kepentingan mereka sendiri dengan menaikkan tekanannya dalam tuntutan yang berkaitan dengan agama Islam. Seperti dikemukakan oleh Von Der Mehden : ‘’ persepsi Islam sebagai agama penduduk pribumi yang terancam, yaang kebanyakan tinggal di pedesaan, miskin, dan tidak pandai berdagang telah menumbuhkan sikap defensif yang menjadi landasan politik kebijakan publik, dan pendirian yang didukung oleh ras melayu’’.
            UMNO mengomentari berbagai kebijakan pemerintahan yang pro Melayu setelah kerusuhan etnis itu Zainah Anwar mengatakan : ‘’ kalau insiden 13 mei 1969 adalah situasi krisis uang menjadi kontak awal bagi perpalingan ke Islam, maka lingkup luas kebijaksanaan yang diambil pemerintah menyusul peristiwa itu hanyalah menyiram minyak ke dalam kobaran api kebangkitan Islam’’.
            Uraian di atas meningkatkan kesadaran Islam dikalangan mahasiswa yang pada gilirannya menyatu dan searaah dengan kecenderungan yang terjadi di dalam negri, di tengah masyarakat Muslim Malaysia yaitu kesadaran yang semakin bertambah terhadap Islam yang dikenal secara popular sebagai kebangkitan Islam.
5.    Kebangkitan Islam di malaysia
            Pengalaman Islam menjadi lebih tampak jelas terutama setelah kebangkitan Islam di Malaysia yang terjadi pada tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. Kebangkitan islam di Malaysia terrlihat jelas pada upaya muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran Islam secara lebih serius seperti aktif shalat berjamaah di masjid, menghampri wirid pengajian, banyak beramal shaleh, mengucapkan salam bila bertemu, berhati-hati dalam membeli makanan agaar tidak termakan pada yang haram, memakai busana muslim seperti jubah, jilbab dan baju kurung dan telekung bagi wanita, memakai sarung sorban dan peci atau pakaian yang lain yang mencirikan ketaatan sebagai muslim.
            Gerakan kebangkitan Islam juga terlihat dikalangan mahasiswa di kampus-kampus Malaysia di kalangan mahasiswa terdapat kelompok-kelompok pengajian yang dikenal dengan dakwah. Mereka secara aktif mengadakan pengajian, puasa bersama, shalat malam bersama, dan tidak jarang juga mengadakam dzikir dan renungan malam bersama. Sementara mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada gerakan-gerakan dakwah seperti ABIM, Darul Arqam, dan jamaah Tabligh, maka mahasiswa yang belajar di luar negri, karna merasa goncangan kultural dan keterasingan.
            Dilatar belakangi oleh pendekatan dan pandangan internasionalis FOSIS yang umum tentang Islam, sementara mahasiswa antar Malaysia membutuhkan persiapan untuk perjuangan islam di Malaysia setelah kembali, diawal tahun 1975, dua organisasi islam baru yang lebih militan terbentuk dikalangan mahasiswa di London, yaitu suara Islam dan Islamic Refresentation Council (IRC).

6.    Islam mendapat Dukungan dari Negara dan Pemerintahan
            Faktor lainnya yang menyebabkan kuatnya citra dan nuansa islam di dalam masyarakat dan politik Malaysia adalah sikap dan respon UMNO dan pemerintahan terhadap menguatnya etos dan kesadaran islam dalam masyarakat Melayu dan menunjukan sikap dan kebijakan yang lebih beriorentasi Islam. Dalam hal ini pemerintahan secara jelas telah memperlihatkan kebijakan akomodatif dan pro-Islam dan tidak hanya bersifat infrastruktural, tetapi juga bersifat  strukturaldan kultural. Hal ini menemukan momentumnya pada masa pemerintah Mahatir dan berlanjut hingga masa pemerintahan Abdullah Ahmad Badawi.
            Sikap akomodatif pemerintahan secara jelas dapat ditunjukan dengan berbagai kebijakan yang meyakinkan rakyat Malaysia dan kaum Muslimin, bahwa pemerintah dan UMNO bersungguh-sungguh dalam mendukung peran Islam. Pemerintah bahkan melakukan program “Islamisasi” dan “penerapan nilai-nilai Islam” yang menelan biaya relatif besar.
            Secara struktural sikap akomodatif pemerintah antara lain dapat dilihat pada kebijakan yang merekrut jumlah aktivis muslim untuk duduk dalam sistem pemerintahan. Sikap akomodatif itu juga dapat dilihat pada peristiwa penting saat Mahatir mengajak Anwar Ibrahim, seorang aktifis dan tokoh Islam yang Kharismatik, untuk bergabung ke dalam pemerintahan. Terlepas dari berbagai penilaian akomodasi struktural ini, yang jelas keterlibatan Anwar dalam pemerintahan telah banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan Islam dan umat Islam dinegara tersebut. Disinyalir oleh sebagian kalangan bahwa berdirinya IIUM (Internasional Islamic University Malaysia) sebagai atas upaya Anwar. Seperti ditegaskan Nagata, Anwar merupakan penolong dalam sebuah jalan bagi terciptanya berbagai kebijakan Islam.
            Akomodasi truktural penting lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menyebut suatu contoh adalah rekrutmen 850 orang guru agama kedalam lembaga pemerintahan pada awal tahun 1980-an. 100 orang diantaranya ditugaskan pada  unit Islam perdana menteri, sedangkan 750 orang lainnya ditugaskan dikantor Menteri Pendidikan.
            Ini menggambarkan bahwa peranan pemerintah secara lebih detail dalam mendukung Islam dan menjadikan kebijakan-kebijakan dan program-program pembangunan dalam berbagai bidang menjadi lebih sarat demgam muatan Islam. Meskipun Pas dan kelompok Muslim oplosan pemerintah, seperti organisasi-organisasi dakwah, mungkinsaja menganggap semua itu hanya simbol seremonial saja, ada bukti-bukti lain yang lebih subtantif yang menunjuksn meningkatnya keberpihakan pemerintah tergadap Islam. Hal ini dapat ditunjukan dari kebijakan pemerintahan dalam berbagai aspek berikut ini:
a.    Geliat Dakwah dan Siar Islam
            Pada prinsipnya, urusan agama Islam menjadi wewenang pemerintahan negara, seperti ditetapkan dalam konstitusi Malaysia, sultan menjadi pimpinan di negaranya masing-masing. Sementara itu, dinegeri yang tidak memiliki sultan seperti di Pulau Pinang, Malaka, sabah, sabal serta wilayah federal Kuala Lumpur, pimpinan agama dipercaya kepada yang pertusn agung. Namun  demikian, pemerintah merasa perlu untuk memandu, kalau tidak bisa dikatakan mengatur, agar aktivitas agama Islam dinegara tersebut tidak menjadi sumber instabilitas.
            Hal ini dilakukan pemerintahan, selain untuk menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga dimaksudkan untuk menghilangkan kekahwatiran dan ketakukan warga non-Muslim terhadap apa yang dibahasakan Mahatir sebagai “Islam Fundamentalis”yang diantaranya menginginkan penetapan hukum Islam atau terbentuknya agama Islam si Malaysia. Maka untuk menetralisir gerakan-gerakan fundamentalis tersebut, serta berupaya untuk memandu dan mengatur aktivitas Islam di Malaysia, pemerintah merasa perlu merancang dan mengatur sendiri berbagai aktivitas Islam dan berdasarkan pada kebijakkan Islam. Pemerintah pun mendirikan sejumlah institusi Islam di plat merah atau mengembangkan lembaga-lembaga yang sudah ada untuk kemudian mengkoordinir dan mengatur berbagai aktivitas Islam.
            Sejumlah institusi-institusi yang bermaksudkan di atas, bermarkas dipusat Islam yang terletak berdampingan dengan mesjid negara. Pusat Islam selain berperan sebagai simbol dan inspirasi pemerintahan dalam penyebaran Islam secara serius juga berfungsi sebagai pusat saraf birokrasi administrasi keislaman milik pemerintah. Selain itu, juga untuk mengkoordinir seluruh kegiatan Islam di negara itu yang posisinya berlangsung dibawah kantor perdana menteri. Kompleks yang berbentuk istana dan bangunan-bangunan megah serta fasilitas yang lengkap yang mencakup berbagai unit penting antara lain apa yang sebelumnya dikenal dengan Bahagian Hal Ehwal Islam (BAHEIS) atau saat ini yang lebih dikenal dengan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), pusat penelitian Islam, Institut Dakwah dan Institut Al-quran.
            Diantara program yang dilaksanakan BAHEIS adalah Takmir Mesjid, Pendidikan Islam, penyeragaman Undang-undang, peningkatan kerja sama Islam bidang keislaman antara negara Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Selain itu juga program bagi peningkatan usaha-usaha Islamyah dikalangan umat, peningkatan pengawasan akidah umat Islam, pemantapan sekolah-sekolah agama diseluruh negeri dan program rumahku surgaku. Program “Takmil Mesjid” yang berawal sejak tahun 1985 didasari pertimbangan bahwa mesjid memainkan peranan penting dalam meningkatkan ilmu, iman dan takwa, serta pembentukan kepribadian umat Islam. Untuk itu dilakukan sejumlah kegiatan yang dipusatkan di mesjid seperti pelatihan untuk pejabat agama, para da’i dan imam mesjid, kamp remaja Islam yang diadakan setiap tahun untuk pembinaan moral remaja, khusus kaligrafi, khusus penyelenggaraan jenazah, kelas bahasa Arab serta khusus Ibadah haji. Program ini dijalankan di bawah pimpinan BAHEIS  melalui kerja sama dengan kantor agama Islam diseluruh negeri diberi wewenang untuk mengelolah kegiatan mesjid serta mengendalikan berbagai kegiatan mesjid diseluruh negeri dibawa kendali pejabat-pejabat agama, iman dan para da’i yang telah ditetapkan atau mendapat izin pemerintah.   
            Upaya pemerintah dalam menyeragamkan administrasi keislaman serta mengelolah kegiatan mesjid diseluruh negeri  melalui BAHEIS, bagi banyak pengamat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan aktivas keislaman di negara itu. Hal ini memperlihatkan kekhawatiran pemerintahan bahwa aktivitas Islam yang menonjol dapat membahayakan stabilitas negara dalam masyarakat flural seperti Malaysia.
            Dalam menjaga kesucian umat Islam, BAHEIS sebagai perpanjangan tangan pemerintah senantiasa mengawasi setiap kegiatan badan dan organisasi keagamaan, seperti menyekat penyebaran ajaran sesat. Hal semacam ini dilakukan tidak saja pada tingkat federal melainkan juga pada tingkat negeri. Berdasarkan ketentuan pemerintahan, ajaran dan amalan Islam berdasarkan pada paham Ahlu Hal-Sunnah wal Jamaah.  Ajaran sesaat yang menyimpang dari paham ini pandangan pada memecah belah kesatuan Islam. Inilah salah satu alasan mengapa gerakan al-arqam dengan “Aurad Muhammadiyah” diharamkan pemerintah.
            BAHEIS telah pula menyelengarakan program “Rumahku Surga ku” yang di inisiasi perdana menteri Mahatir Muhammad, pada tangga l 1 Juli 1992. Program ini bertujuan mewujudkan institusi keluarga yang bahagia serta sistem kekeluargaan yang kokoh untuk selanjutnya membentuk masyarakat penyayang dan budaya saling menyayangi, tujuan yang sama telah pula termasuk dalam visi 2020.
            Salah satu kontribusi terbesar BAHEIS lainnya yang patut dicacat disini adalah perannya sebagai agen pemerintah dalam mengkampanyekan dan mensosialisasikan kebijak “Penerapan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan” yang dilancarkan tahun 1982. Yang menjadi dasar pemikiran kebijakan itu adalah bahwa pembangunan dan kejayaan sebuah negara tergantunga antara lain pada nilai-nilai hidup dan etika kerja yang positif dikalangan pekerjaan-pekerjaannya. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam seperti “bersih, cekap dan amanah” harus ditanamkan dalam semua jiwa pegawai pemerintah dan rakyat. Secara khusus nilai-nilai yang ingin ditanamkan anatara lain mempunyai moral yang tinggi, tertib dan siplin, tidak menyeleweng, dan tidak korip di adil serta tidak mementingkan diri sendiri.
            Dengan demikian, melalui kebijkan ini nilai-nilai universal ditanamkan dengan harapan dapat melahirkan pejabat pemerintah yang berwibawa dan menhayati Islam yang pada gilirannya dapat pula meningkatkan kwalitas pemerintah negara. berdasarkan laporan, pada umumnya penerapan nilai-nilai “bersih cakep dan amanah”  diterima dan diamlakan pegawai pemerintah dan instansi-instansi pelayanan umum. Hal ini didasari pada pandangan umum bahwa prestasi pelayanan umum saat ini lebih baik dibandingkan sebelumnya.
            Sebagai agen pemerintahan, BAHEIS telah memainkan peran penting dalam meningkatkan peran Islam di Malaysia. Sejak tahun 1997 pemerintah memperluas wewenang dan kedudukan BAHEIS dari sebuah bagian menjadi sebuah jabatan, dikenal dengan jabatan kemajuan Islam Malaysia. (JAKIM). Sebagai perpanjang pemerintahan pusat yang digunakan untuk melakukan koordinasi dan mengatur institusi-institusi serta mengurus masalah-masalah keislaman, JAKIM memainkan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1)      Bertanggung jawab sebagai perancang yang menentukan pembangunan dan kemajuan Islam di Malaysia.
2)      Merumuskan kebijakan untuk pembangunan Islam serta menjaga kesucian aqidah dan ajran Islam.
3)      Membantu dan memformulasikan dan menyelenggarakan Undang-undang dan peraturan yang diperlukaan serta menilai dan melakukan koordinasi pelaksanaan undang-undang dan administrasi yang sudah ada dari waktu ke waktu dalam rangka menyelesaikan permasalahan umat Islam.
4)      Melaksanakan program-program pembangunan umat dan penghayatan Islam dalam pemerintahan negara.
5)      Menyeragamkan mekanisme penetapan undang-undang serta pengaturan bagi administrasi Keislaman diseluruh negara bagian.
6)      Membuat penilaian tentang program-program keislaman yang dilaksanakan di negara ini.
7)      Bertindak sebagai pengumpul, penyebar dan pusat rujukan informasi mengenai Islam.
8)      Melaksanakan unsaha-usaha pembangunan umat melalui kerjasama nasional maupun internasional.
Untuk melaksanakan fungsi diatas, JAKIM mempunyai 14 Bagian yaitu bagian penelitian Islam, bagian dakwah, bagian pembangunan pendidikan Islam, bagian media elektronik dan penyiaran, bagian penerbitan, bagian informasi Islam, bagian penasehat undang-undang, bagian administrasi dan keuangan, bagian latihan (terdiri dari  Institusi latihan Islam dan Darul Quran), bagian sekretariat dan hubungan internasional, bagian mesjid negara dan bagian audit intern.
Institusi penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah lainnya yang perlu dicatat disini adalah  Pusat Penelitian Islam Malaysia (PPIM). Lembaga ini punya andil besar dalam melakukan penelitian mengenai aktivitas dan persoalan Islam di Malaysia untuk memberikan informasi pada pemerintah serta umpan balik kepada pejabat berwenang dan relavan. Lembaga ini juga berperan dalam memeriksa  dan menyensor pulikasi-publikasi Islam. Selain itum PPIM turut berperan dalam mengatur dan mengendalikan Islam, karena menurut Mutalib hasil-hasil penelitianya diadopsi Kantor Perdana Menteri, ketika diperlukan dijadikan rujukan dalam melakukan aksi tertentu.
Selain institusi-institusi diatas, masih terdapat sejumlah institusi Islam lainnya yang pembentukkannya tidak terlepas dari peran pemerintah seperti institusi kepahaman Islam Malaysia (IKIM) dan yayasan Dakwah Islamiah.
Meskipun partai oposisi Islam, PAS, dan kelompok muslim oposan pemerintah lainnya, seperti organisasi-organisasi Dakwah mungkin saja menganggap semua itu hanya bersifat Simbolik dan superfisial semata, atau setidaknya sebagai upaya pemerintah untuk merebut simpati masyarakat muslim. Tetapi bukti-bukti lain tampak lebih subtantif, menunjukan meningkatnya keberpihakan pemerintah terhadap Islam. Bebarapa contoh dapat disebut antara lain menetapkan secara resmi bulan dakwah secara nasional, dan meningkatkan kenerja pusat Islam yang merupakan pusat saraf dari birokrasi administrasi Islam. sepanjang tahun 1978, unit Dakwah Islamiyah dan unit propaganda Islam radio dan televisi Malaysia (RTM) yang dikoordinir pemerintah telah memproduksi sebanyak lebih dari 125 program per bulan, beberapa diantanya disampaikan pada bahasa inggris, china dan tamil. Sejak tahun 1979, program Islam di RTM meningkat pesat.
Uraian diatas selain mensggambarkan pemerintah ingin menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga menggambarkan betapa pemerintah berupaya memasukkan kegiatan-kegiatan Islam kedalam pengaturan dan pengendaliannya. Sebagian itu kalangan, melihat sikap pemerintah yang secara umum mendukung Islam cenderung bersifat ambivalen. Di suatu sisi mendukung Islam dengan lebih mempertegas muatan keislaman dalam kebijakan-kebijakan pemerintah tetapi disisi lain pemerintah tetap bersikap waspada dengan mengendalikan aktivitas Islam dan mengekang individu-individu dan oranisasi –organisasi Islam dengan alasan stabilitas negara.

b.  Penyediaan infrastruktur
Sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusannya dalam merespon penegasan kembali islam, pemerintah menyediakan sejumlah infrastruktur yang diberikan guna membantu umat Islam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum dari keseriusan ini adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan komunitas muslim akan tempat ibadah . selain itu, manifestasi penting lainnya dari kesungguhan pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro Islamnya diberbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syariah, pendidikan dan aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagaman masyarakat muslim. Di bidang pendidikan, pemerintah telah membangun Sekolah Guru Islam (Islamic Teacher College), yang menghabiskan biaya senilai 22 juta Ringgit. Pada tahun 1982, pemerintah mengadakan tempat yang permanen untuk kamp training  islam internasional.
c.  Pendidikan dan pengajaran
Kebijakan dan program keislaman dibidang pendidikan terlihat lebih awal mendapat perhatiann dibanding bidang lainnya. Hal ini bisa jadi karena posisi mentri pendidikan saat ini dipegang mahatir muhammad sosok yang dikenal banyak berperan dan membrikan kontribusi bagi upaya islamisasi di Malaysia. Diawal karir nya sebagai mentri pendidikan Malaysia pada tahun 1974, Mahatir mengawali langkah nya dengan meninjau uang sistem pengajaran agama islam yang dipandang nya tidak efektif dan tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
Pada tahun 1979, pemerintah mendeklarisasikan pendirian pusat Penelitian Islam Asia Tengara senilai 26 juta ringgit, pada tahun yang sama pengetahuan agama Islam ditetapkan sebagai materi ujian ditingkat sijil pelajaran Malaysia ( SPM ) setahun berikutnya pemerintah mendirikan yang pertama kali maktab perguruan Islam ( Islamic teacher ) senilai 20 juta ringgit Malaysia yang dari sana murid-murid berpotensi dikirm ke Mesir Pakistan dan Indonesia untuk melanjutkan studi mereka. Pada tahun 1976 sampai 1981 dan 1981-1986 terlihat betapa pemerintah menunjukkan kesungguhannya dalam meresponi penegasan kembali posisi Islam.


0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com